Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PPIE FEB UI) menggelar sidang terbuka Promosi Doktor dengan promovendus atas nama Ambarsari Dwi Cahyani. Sidang ini menetapkannya menjadi doktor ke-119 dalam Bidang Ilmu Ekonomi.
Dwi Cahyani menyampaikan disertasi berjudul “Measuring Index of Residential Energy Usage Inequality and Analyzing Factors Influencing The Inequality Using Quantile Regression: Indonesia Case Study.” Sidang Promosi Doktor ini diketuai Prof Dr Ine Minara S Ruky, dengan pembimbing Prof Nachrowi Djalal Nachrowi PhD (Promotor), Dr Djoni Hartono sebagai Ko-Promotor 1, dan Diah Widyawati PhD sebagai Ko-Promotor 2.
Ketua Penguji dan Tim Penguji yakni Dr Hera Susanti (Ketua), M Halley Yudhistira PhD, Dr Widyono Soetjipto, Turro S Wongkaren PhD, dan Prof Rinaldy Dalimi PhD. Dwi melaksanakan sidang terbuka secara daring pada Kamis (14/1/2021), dan dinyatakan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan.
Dwi mengangkat isu tentang ketimpangan energi, atau perbedaan distribusi energi satu daerah dengan daerah lain dalam penelitiannya. Isu ketimpangan energi ini kemudian dikaji untuk menemukan faktor-faktor permintaan yang memengaruhinya, dan perbedaan pengaruh antara perkotaan dan perdesaan.
Dalam pengukuran distribusi penggunaan listrik, Dwi menggunakan metode regresi kuantil, yaitu sebuah metode untuk mencari kondisi rata-rata dari suatu data yang distribusinya tidak homogen dan tidak simetris. “Metode ini dipilih karena tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam menganalisis data distribusi energi yang tidak sama antara satu daerah dengan daerah lainnya,” ujarnya.
Pengukuran ketimpangan energi ini mempertimbangkan dimensi spasial dan tingkat pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan penggunaan energi modern secara nasional memang menurun, tetapi ketimpangan meningkat di perkotaan, kelompok pendapatan tinggi, serta di beberapa provinsi tertentu.
Dari hasil penelitian ini, ia juga menemukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi distribusi penggunaan listrik adalah pendapatan, harga listrik, gender, tingkat pendidikan, status bekerja, jumlah anggota usia lanjut, status rumah, peralatan listrik, dan daya terpasang.
Faktor yang pengaruhnya berbeda di antara perkotaan dan perdesaan adalah pendapatan, tingkat pendidikan, status bekerja, dan rumah. Sementara itu, faktor yang memengaruhi distribusi penggunaan liquefied petroleum gas (LPG) adalah pendapatan, harga, gender, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status rumah. Semua faktor tersebut berkorelasi secara berbeda antara perkotaan dan perdesaan.
“Penelitian ini pada dasarnya berusaha mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan publik yang seimbang, yaitu kebijakan untuk mengatasi kekurangan energi di satu sisi dan di sisi lain mendorong penghematan energi,” jelas Dwi.
Menurut Dwi, dalam hal permasalahan pasokan energi, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengenali kelompok yang rentan menjadi “miskin-energi”, di antaranya rumah tangga berpenghasilan rendah, berpendidikan rendah, kepala rumah tangga wanita, dan pekerja mandiri di perdesaan. Program listrik seperti program tenaga surya hemat energi perlu dilanjutkan selain mendorong penggunaan energi lokal.
Dalam hal pasokan energi domestik, program penggunaan tungku bersih murah perlu dipertimbangkan untuk dijalankan kembali. Selain itu, peningkatan rasio elektrifikasi serta distribusi LPG perlu terus didorong terutama di daerah terpencil, pedesaan, dan wilayah timur Indonesia.
Guna penghematan energi, pendidikan tentang pentingnya hemat energi perlu menyasar pada rumah tangga pengguna listrik yang tinggi, yaitu rumah tangga dengan tingkat pendidikan menengah dan universitas, terutama di perkotaan pada provinsi-provinsi di Sumatera, Jakarta, dan Kalimantan.