Untuk mencegah kejadian kematian pada pasien fraktur tulang pelvis dan tulang panjang di tungkai, dokter orthopaedi perlu mengoreksi kelainan bentuk tulang pasien dengan menggunakan alat bantu fiksasi. Sayangnya, alat dengan modifikasi model C-Clamp invensi Ganz yang selama ini umum digunakan memiliki keterbatasan, antara lain pemasangan tidak praktis, ukuran tidak bisa diatur sehingga sulit digunakan pada pasien dengan lingkar perut besar, serta memiliki harga yang sangat mahal.
Melihat kondisi ini, Guru Besar Orthopaedi dan Traumatologi FKUI–Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Prof Dr dr Ismail Hadisoebroto Dilogo, SpOT(K) beserta tim bekerja sama dengan PT Eka Ormed Indonesia memproduksi Alat Fiksasi Pelvis Modifikasi C-Clamp dan Alat Fiksasi Eksterna Periartikuler.
Alat Fiksasi Pelvis Modifikasi C-Clamp diciptakan untuk fiksasi patah tulang pelvis bagian posterior yang sering menimbulkan kematian akibat kehilangan banyak darah. Cara kerja alat ini adalah dengan pemberian fiksasi dari dua buah paku kanan dan kiri di daerah tulang pelvis. Produk ini memiliki keunggulan pada pemasangan yang cepat dan manual atau tanpa membutuhkan alat bantu khusus. Selain itu, alat ini bersifat fleksibel karena ketinggian dan lebarnya dapat diatur
sesuai bentuk atau ukuran badan pasien, serta memiliki harga yang terjangkau.
Ide pemecahan masalah ini menggunakan beberapa konsep di mekanika struktur dan pengembangan konsep produk dari referensi dan produk yang ada. Pengembangannya disesuaikan dengan kemampuan manufaktur yang tersedia. Artinya, bahan dan alat berasal dari dalam negeri dan proses pembuatannya dilakukan di dalam negeri. Bahan untuk alat ini menggunakan stainless steel 304 dan aluminium untuk meminimalisasi efek karat akibat cairan kimia dan tubuh.
Komponen penyusunnya terdiri atas rod, nut, holder clamp, dan shanz screw.
Alat Fiksasi Pelvis Modifikasi C-Clamp telah digunakan di beberapa daerah dan terbukti efektif. Beberapa daerah yang telah menggunakan alat ini, yaitu Jakarta, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Malang, dan Klaten. Sejak memperoleh paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI tahun 2011, alat ini terus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Sementara itu, Alat Fiksasi Eksterna Periartikuler merupakan alat bantu fiksasi yang digunakan untuk masalah patah tulang kompleks di tulang panjang dekat sendi dan rekonstruksi tulang panjang yang mengalami kelainan. Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah tingginya kasus neglected fracture (patah tulang yang tidak ditangani atau mendapat penanganan yang tidak sesuai) yang dapat berujung pada kecacatan. Hal ini terkait dengan tingkat pengetahuan yang rendah dan perawatan di dukun patah tulang.
Alat fiksasi ini dapat digunakan untuk kasus infeksi lutut yang diindikasikan. Invensi Fiksasi Eksterna Periartikuler ini juga dapat mengatasi kelemahan-kelemahan beberapa alat fiksasi eksterna periartikuler yang telah ada sebelumnya. Alat ini mampu memfiksasi pada fraktur di dekat sendi (keterbatasan alat sebelumnya) dan dapat memberikan stabilitas yang lebih baik pada fraktur yang sangat kompleks.
Selain itu, alat ini baik digunakan untuk terapi kasus fraktur terbuka yang kompleks, neglected fracture yang butuh rekonstruksi, serta pada tulang yang mengalami pemendekan atau pergeseran berat. Pada kasus lutut yang terinfeksi, alat ini dapat digunakan sebagai alat arthrodesis (fusi sendi) agar lutut pasien tidak nyeri dan infeksi hilang.
Alat Fiksasi Eksterna Periartikuler terdiri atas poros yang akan berfungsi sebagai chasis dan 2 jenis pemegang paku yang akan ditanam di tulang. Jenis pemegang paku 1 secara berjajar dapat dipakai pada saat luas permukaan tulang cukup lebar untuk menanam paku dengan kondisi yang lebih stabil. Jenis pemegang paku 2 dapat digunakan pada luas permukaan tulang yang sedikit.
Alat tersebut terbuat dari stainless stell 304 (poros dan pemegang paku) serta alumunium (untuk poros dan pemegang yang lebih besar). Bahan ini dipilih karena mampu meminimalisasi efek karat akibat paparan cairan kimia dan tubuh. Alat Fiksasi Eksterna Periartikuler mendapat sertifikat paten sejak 2013 dan telah didistribusikan kepada pasien di beberapa kota, antara lain Jakarta, Medan, Sampang, Pekalongan, Klaten, dan Solo.
Kedua alat ini sejatinya merupakan salah satu bentuk dari transformasi kesehatan pilar ketiga, yaitu transformasi sistem ketahanan kesehatan. Inovasi ini diharapkan dapat mendorong UI untuk terus menghasilkan karya-karya baru, tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga bidang sosialhumaniora dan sains-teknologi.