Prevalensi skabies yang tinggi, umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni yang tinggi dalam suatu ruangan atau kamar, seperti kamar santri di pondok pesantren. Lingkungan pesantren yang padat dan apabila kurangnya kesadaran akan kebersihan di lingkungan pesantren, tentu dapat memicu timbulnya penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kulit seperti skabies.
Survei yang dilakukan oleh Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) di salah satu pondok pesantren di Kota Depok pada 7 Agustus 2023, menunjukkan bahwa sebanyak 54,7 persen santri diduga pernah atau menderita skabies. Data ini bahkan melebihi data prevalensi yang dikemukakan oleh badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization), yang menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak bervariasi dari 5 hingga 50.
“Berdasarkan pengamatan dan survei awal, umumnya santri menderita gatal-gatal, beberapa di antaranya pernah didiagnosa menderita skabies. Lingkungan pesantren yang kurang terawat kebersihan dan sanitasinya menjadi salah satu penyebab sering timbulnya penyakit kulit di kalangan santri,” ujar Ketua Tim Pengmas FKUI, Sasanthy Kusumaningtyas, S.Si, MBiomed. Ia menjelaskan untuk mengurangi dan memberantas terjadinya penyakit kulit, para santri perlu diberi edukasi yang baik dan benar terkait kesehatan kulit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Oleh karena itu, Sasanthy yang juga merupakan salah seorang dosen dari Departemen Anatomi FKUI mengatakan, pesantren ini dipilih sebagai tempat lokasi pengabdian masyarakat. Selain itu, ia juga menyampaikan lokasi pesantren juga dekat dengan kampus UI, sehingga diharapkan manfaat program ini dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, dalam hal ini santri di sekitar lingkungan kampus. Kegiatan pengmas ini akan dilakukan selama tiga bulan, mulai dari Agustus hingga Oktober 2023.
Kegiatan pertama dilakukan pada 11 Agustus 2023, meliputi penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan kulit kepada 86 santri. Materi penyuluhan disampaikan oleh tiga orang narasumber, yaitu dr Rahmadini, MBiomed dan dr Gamael Marcel dari Departemen Anatomi FKUI, dan dr Sri Wahdini, M.Biomed, Sp Akp dari Departemen Parasitologi FKUI.
Penyuluhan yang diberikan terkait dengan pengetahuan dasar anatomi kulit manusia dan pengetahuan terkait skabies yang meliputi informasi terkait penyebab, gejala, cara penularan, cara pengobatan dan cara pencegahannya yang relevan dengan kondisi di pesantren. Skabies dan kebersihan suatu lingkungan saling berkaitan satu sama lain. Lingkungan yang bersih meminimalisasi insidensi skabies di pesantren. Sebaliknya, lingkungan yang tidak bersih memunculkan peluang insidensi skabies yang lebih besar. Oleh karena itu, pemberian materi terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) diperlukan untuk melengkapi upaya penyuluhan di pesantren.
PHBS yang dapat dilakukan di lingkungan pesantren untuk mencegah terjadinya skabies, di antaranya membiasakan mandi dua kali sehari dengan memakai sabun, mengganti baju setiap hari, menjemur handuk setelah dipakai, tidak meminjam pakaian dan alat pribadi dengan santri lain, tidur di kasur terpisah, memperhatikan ventilasi untuk sirkulasi udara dan paparan sinar matahari, serta memelihara kebersihan asrama dan lingkungannya.
Selanjutnya, pemeriksaan kesehatan kulit juga dilaksanakan untuk mendiagnosis skabies. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebanyak 23,3 persen santri terindikasi menderita skabies. Penyakit akibat parasit kulit lain juga terdeteksi selama pemeriksaan, yaitu kutu rambut (Pediculosis capitis) yang dialami oleh 44,9 persen santriwati. Oleh karena itu, selain obat skabies, tim pengabdi juga memberikan obat tambahan untuk mengobati kutu rambut. Pemantauan terhadap pengobatan akan dilaksanakan secara berkelanjutan setiap bulan.
Sasanthy mengatakan bahwa kegiatan pengmas pemberantasan skabies tidak cukup hanya dilakukan dengan satu kali pengobatan saja, perlu upaya lanjutan agar para santri dapat benar-benar terbebas dari skabies. “Upaya represi berupa pengobatan, kurang lengkap jika tidak dibarengi dengan upaya preventif.
Oleh karena itu, pada program pengmas bulan berikutnya, santri akan diberi penyuluhan terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kader kesehatan yang dibentuk dari perwakilan guru maupun santri akan berperan aktif dalam mengawasi proses penanggulangan skabies dan penerapan PHBS di lingkungan pesantren,” kata Sasanthy.
Bersama dengan Sasanthy, Tim Pengmas FKUI terdiri atas dr Isabella Kurnia Liem, MBiomed, PhD, PA.; Deswaty Furqonita, SSi, MBiomed; drg Haamid Hasan Haikal, MSc; Dini Fitriyanti, SSi, MSi; Aldila Amini Nasrul, SSi; Amaliatu Rosyidah, SKM; Rafika Bunga Sofia Aruan, SKM; Firda Asma’ul Husna, SSi MBiomed; dan Milya Urfa Ahmad, SSi.