Empat mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) melakukan inovasi batu bata ramah lingkungan yang terbuat dari lumpur Lapindo. Gagasan inovatif ini diberi nama LUSSI (Lapindo Mud for Super Sustainable Brick) dan tengah diteliti sebagai alternatif pengganti batu bata tanah liat.
Keempat mahasiswa FTUI tersebut adalah Pawestri Cendani (Teknik Sipil 2017), Muhammad (Teknik Sipil 2017), Luqmanul Irfan (Teknik Sipil 2017), dan Jilan Athaya (T Lingkungan 2017). Mereka dibimbing dosen FTUI Mohammed Ali Berawi MEngSc PhD.
Formula yang dikreasikan oleh tim ini sangat mendukung keberlangsungan lingkungan hidup. “Berdasarkan data yang kami terima dari lapangan, setidaknya terdapat 35.770.000 meter kubik lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki 1.599.000 ton limbah kertas per tahun yang berdampak pada meningkatnya 470.000 ton karbon dioksida,” ujar Muhammad.
Proses pembuatan batu bata LUSSI menggunakan substitusi bahan lumpur Lapindo yang dicampur dengan limbah kertas. “Untuk setiap 100.000 batu bata dibutuhkan 66 meter kubik lumpur dan 66 meter kubik limbah kertas. Dengan formulasi yang kami rancang tersebut mampu mengurangi sekitar 0,02 ton produksi polusi karbon dioksida untuk setiap 100.000 batu bata yang diproduksi,” ujar Pawestri terkait inovasi batu bata LUSSI.
Selain ramah lingkungan, batu bata LUSSI juga memiliki keunggulan lainnya dibandingkan batu bata tanah liat. “Batu bata LUSSI lebih ramah lingkungan, ringan (910 kg/m³ dibandingkan batu bata biasa 1.500 kg/m³ atau beton 950 kg/m³), lebih murah, dan dapat membuka lapangan pekerjaan di daerah Sidoarjo,” ujar Luqman.
Pemanfaatan lumpur Lapindo menjadi langkah yang tepat untuk mengurangi dampak yang dirasakan masyarakat. Selain itu, kehadiran batu bata LUSSI diharapkan dapat menyubstitusi penggunaan batu bata tanah liat. Bahan baku pembuatan bata tanah liat berasal dari tanah liat yang diperoleh dari penggalian sedalam 2–3 meter. Proses penggalian ini menimbulkan masalah baru, yaitu terjadinya degradasi tanah dan kerusakan lingkungan.
“Seperti yang kita ketahui, batu bata tanah liat memanfaatkan sumber daya tidak terbarukan. Oleh karena itu, inovasi batu bata LUSSI diharapkan dapat menjadi material alternatif lain pengganti tanah liat yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, batu bata LUSSI dapat menjadi solusi untuk mengatasi bencana lumpur Lapindo, dapat mengurangi kerusakan lingkungan, serta menekan produksi limbah kertas di Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan batu bata untuk proses pembangunan tetap dapat terpenuhi tanpa harus merusak lingkungan,” kata Jilan.
Tim mahasiswa FTUI ini telah mempresentasikan gagasan inovatifnya berkenaan batu bata ramah lingkungan LUSSI pada ajang The 2nd Trail by VINCI Construction. Keempat mahasiswa tersebut telah menyimulasikan formulasi batu bata LUSSI di hadapan para juri dan berhasil meraih 2nd Runner Up Asia.