Uniknya, pada semester lalu, putra mereka bernama Muhammad Rais Rahmatullah, lulus dari program sarjana Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik UI (FTUI). Menurut Anna, kelulusan Muhammad Rais tersebut memotivasi mereka agar segera lulus.
Anna memperoleh gelar doktor setelah menyelesaikan penelitian berjudul “Mekanisme Pelemahan Silence Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik melalui Peran Mediasi Seriousness of Academic Cheating dalam Perspektif Pengambilan Keputusan Etis”. Sementara itu, suaminya lulus setelah merampungkan disertasi berjudul “Tatakelola Proses Perencanaan dan Penganggaran di Pemerintah Pusat (2005–2017): Tinjauan Interaksi Aktor dan Lembaga”.
Pendidikan keduanya didanai oleh pemerintah dalam bentuk Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan beasiswa dari Setjen Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Meski begitu, kesuksesan tersebut bukan tanpa tantangan. Suhartono menyebut mereka harus membagi waktu secara seimbang antara kuliah, penelitian, dan urusan lainnya. Misalnya, pada Senin–Kamis, mereka fokus pada penelitian disertasi, Jumat mereka fokus pada urusan ibadah sebagai bentuk relaksasi, dan Sabtu–Minggu dialokasikan untuk keperluan keluarga. Jadwal tersebut fleksibel, bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
Sebagai ibu, Anna mengaku harus mampu menyeimbangkan kewajiban. “Saya dan suami rasanya tidak mungkin antisosial selama proses tugas belajar, sehingga kami harus bisa mengerjakan tugas disertasi, mengurus keluarga, dan membersamai keluarga besar serta lingkungan sekitar kami. Justru pembagian waktu tersebut membuat hidup kami lebih seimbang dan mengurangi stres akademik yang biasanya menimpa mahasiswa, khususnya mahasiswa doktoral.”
Menurutnya, selama menjalani studi S-3 banyak hal menyenangkan yang dirasakan. Sebagai sesama mahasiswa UI, ia bersama suami dan anaknya sering menikmati kebersamaan di kampus, khususnya di beberapa kantin yang ada di UI. Selain itu, selama menjalani tugas belajar, ia dan suami sering menikmati kebersamaan yang dulunya sangat sulit didapat, karena kesibukan di kantor masing-masing. Mereka jadi sering berdiskusi tentang penelitian, bahkan beberapa kali mengikuti pelatihan metodologi penelitian di dalam dan luar kota.
Keberhasilan Anna beserta suami dan anaknya merepresentasikan kesuksesan pendidikan dalam lingkup terkecil, yaitu keluarga. Siapa sangka, semangat anak untuk menyelesaikan pendidikan dapat mendorong kedua orangtuanya untuk ikut belajar meski di usia yang tidak muda lagi. “Kami sekaligus ingin memberi contoh kepada anak-anak bahwa belajar itu sepanjang hayat,” ujar Anna.