Universitas Indonesia (UI) menyampaikan hasil kajian berkenaan Strategi Transformasi Transportasi dan Logistik pada Masa Pandemi. Diseminasi hasil kajian tersebut dipaparkan dalam Webinar Series 6: Ketahanan Angkutan Logistik pada Masa Covid-19 yang merupakan kerja sama antara Badan Litbang Perhubungan dengan UI dan ITB.
Webinar ini merupakan bagian dari Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan/strategi dan kemampuan beradaptasi bagi masyarakat dan industri yang terdampak Covid-19, bekerja sama dengan UI, ITB, UGM, dan ITS. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Rektor UI Prof Ari Kuncoro SE MA PhD turut hadir dan menyampaikan pidato kuncinya.
Nuzul Achjar MSc PhD (Dosen MPKP UI) selaku perwakilan dari Tim Multidisiplin UI memaparkan hasil kajian terkait kondisi makro ekonomi selama pandemi dan upaya ketahanan angkutan logistik melalui kebijakan fiskal.
Ia mengatakan, “Sebelum pandemi, pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan memang sudah melandai walaupun lebih tinggi dari pertumbuhan PDB nasional. Namun, sejak Q-1 2020, pertumbuhan sudah menurun hanya 1,29 persen dan pada Q2 2020 jatuh lebih dalam menjadi -30,84. Hal tersebut menjadi tantangan yang dihadapi Indonesia di sektor logistik.”
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, tim lintas disiplin ilmu UI merekomendasikan lima kebijakan terhadap fiskal untuk mendukung penguatan ketahanan industri transportasi.
Pertama, melanjutkan kebijakan perpajakan yang mendukung menurunnya biaya kepatuhan (compliance cost). Kedua, melakukan harmonisasi kebijakan perpajakan pusat dan daerah.
Ketiga, melakukan harmonisasi kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang memiliki jenis dan tarif sangat beragam. Sebaiknya, pemerintah juga mempertimbangkan untuk melakukan relaksasi atas pungutan PNBP. Relaksasi yang dimaksud bukan dalam pengertian pengurangan atau peniadaan layanan, tapi tetap memberikan layanan dengan kelonggaran seperti memperpanjang batas waktu perpanjangan perijinan misalnya atau menurunkan tarif untuk layanan tertentu.
Keempat, melakukan harmonisasi kebijakan biaya layanan BUMN atas sektor transportasi pada era pandemi Covid-19 agar secara agregat tidak menambah beban struktur biaya sektor transportasi serta mendukung ketahanan sektor. Kelima, relaksasi perpajakan perlu dilakukan secara komprehensif dan imparsial dengan memerhatikan kebijakan pungutan negara di level pusat dan level daerah.
Tim UI juga memberikan enam rekomendasi kebijakan makro dan mikro, yaitu menggiatkan dinamika kegiatan sektor lain; pembukaan pelabuhan laut; penerapan protokol kesehatan di simpul transportasi; pengadaan sarana tes Covid-19 dari pemerintah; persiapan SDM dan teknologi untuk meningkatkan performa angkutan laut; dan menata ulang rantai pasok untuk komoditas tertentu.
Lebih lanjut, Ir Tri Tjahjono MSc PhD (Dosen Teknik Sipil UI) menjelaskan, “Dalam kajian ini, kami juga memasukkan pembahasan mengenai pungutan jasa pelayanan, yang pada umumnya dilakukan oleh BUMN, seperti Angkasa Pura, Pelindo, dan bahkan jalan tol. Kata kuncinya adalah harmonisasi untuk efisiensi kebijakan. Pandemi ini memberikan kesempatan baik untuk perbaikan sistem dan penguatan jasa pelayanan.”
Tri juga merekomendasikan terkait kebijakan usaha logistik. Bahwa karena tingginya permintaan komoditas tertentu, dari sebelumnya menggunakan jalan, pengiriman produk dapat berpindah menjadi sistem multimodal berbasis kereta sebagai tulang punggung utama distribusi logistik.
Dapat dipertimbangkan agar truk digunakan sebagai sarana pengiriman pre-haul dan last-mile, sementara pengiriman long-haul dapat menggunakan kereta. Penggunaan jalur rel untuk long-haul dapat diarahkan untuk komoditas tertentu (alat kesehatan, FMCG, dan lain-lain) sehingga dapat memprediksi waktu pengiriman dengan lebih akurat, serta lebih efisien secara biaya dan waktu.
Dalam pidatonya, Menhub menyampaikan, “Pandemi Covid-19 memberikan tantangan yang besar di berbagai sektor pada seluruh negara di dunia. Melemahnya kondisi perekonomian tentu memberikan dampak pada supply chain, khususnya aktivitas pengangkutan logistik nasional dan berdasarkan data dari BPS memang sektor transportasi dan pergudangan mengalami suatu kontraksi paling dalam, sebanyak 30,84 persen.”
Salah satunya, lanjut Menhub, kontraksi terjadi pada penurunan ekspor impor dan kontraksi perdagangan sebagai imbas dari penurunan daya beli masyarakat. Di masa pandemi saat ini, memang perlu dijaga ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat. Pada jangka panjang, dibutuhkan juga serangkaian kebijakan untuk menjamin agar barang logistik harus terjaga dengan baik. Ketahanan ini harus dijaga, maka dibutuhkan kolaborasi, salah satunya dengan akademisi untuk membahas mengkaji berkaitan logistik di tengah pandemi saat ini.
Sementara itu, Prof Ari menuturkan, “Stabilisasi dan keseimbangan antara supply dan demand menjadi kunci dalam menunjang ketahanan logistik di sektor industri. Kebijakan pajak merupakan salah satu instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu, termasuk mendorong pertumbuhan perekonomian dan performa pelaku logistik di sektor transportasi.”
Namun di sisi lain, imbuh Prof Ari, dalam perspektif pemerintah, pemungutan pajak harus dilakukan secara efisien sehingga tidak mengganggu fungsi utama pajak dalam menghasilkan penerimaan negara (aspek revenue productivity) yang berkesinambungan. Perspektif ini semakin memperkuat urgensi perumusan kebijakan pungutan negara yang mampu mendukung ketahanan sektor logistik tanpa mengabaikan kepentingan negara untuk mendapatkan penerimaan dari pungutan negara dalam jangka panjang.
“Langkah-langkah strategis perlu diambil oleh pemerintah untuk menggerakkan kembali roda perekonomian sekaligus mendukung keberlangsungan operasional bisnis di berbagai sektor. Namun, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dunia dan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” pungkasnya.