Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyelenggarakan Apresiasi dan Gelar Seni Nusantara bertajuk “Kesenian Tarling-Cirebon” yang menampilkan sanggar Tarling Cirebon Candra Kirana, Jumat (30/10/2020).
Agenda tersebut dihadiri Dr Restu Gunawan (Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Seni Kebudayaan), Prof Dr Agus Aris Munandar MHum (dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI), Arif Mu’arif (peneliti dan ahli tarling), Irwan Riyani (sutradara) dengan pemandu acara Vinny Alvionita (artis nasional).
Kegiatan tersebut menyajikan ragam kesenian tradisional dari beberapa daerah secara daring, kemudian diapresiasi dan didiskusikan bersama para ahli dalam bentuk komentar dan analisis. Acara dapat disaksikan secara daring melalui kanal Youtube MAC UI https://www.youtube.com/channel/UCL3RgrAsnWi0KkgpI1HVTxw, dan kanal Youtube Ditjen Kebudayaan: Budaya Maju.
Menurut Dr Ngatawi Al-Zastrouw (Kepala MAC UI), tarling merupakan wujud nyata kreativitas anak bangsa di bidang seni musik. “Ada spirit inovasi dalam komposisi musik tarling. Selain itu, mencerminkan sikap keterbukaan dan dinamis. Tarling bisa dianggap sebagai cermin kepribadian masyarakat Nusantara, yaitu menerima perubahan tetapi tidak meninggalkan akar tradisi lama. Ini makna penting yang harus dikaji dan didalami dalam seni tarling.”
Tarling merupakan kesenian rakyat yang populer di kalangan masyarakat pantai utara (pantura) Jawa Barat, khususnya wilayah Cirebon dan Indramayu. Popularitas tarling yang tinggi di kalangan masyarakat Cirebon, membuatnya dianggap sebagai jati diri kota Cirebon dan Indramayu. Komposisi musik tarling merupakan perpaduan antara nada pentatonis dan diatonis dengan memadukan unsur tradisional dan modern. Syair-syairnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari dengan bahasa khas Cirebonan.
Dalam catatan Supali Kasim, penulis buku dan pencinta sastra Indramayu, kesenian tarling muncul pertama pada 1931 di Desa Kepandean, Indramayu. Saat itu, seorang Komisaris Belanda meminta seorang ahli gamelan bernama Mang Sakim untuk memperbaiki gitar miliknya. Namun, gitar yang sudah diperbaiki Sakim tidak diambil oleh sang komisaris.
Oleh Sugra, anak Sakim, gitar itu kemudian dipelajari nada-nadanya dan diperbandingkan dengan nada-nada gamelan. Selanjutnya Sugra membuat eksperimen komposisi musik yang memadukan nada diatonis gitar dengan nada pentatonis yang ada di gamelan. Nada-nada ini kemudian dipadu dengan seruling, maka jadilah komposisi musik yang khas dan unik yang kemudian disebut dengan tarling.
Komposisi musik ini menarik perhatian masyarakat. Hampir di setiap hajatan atau perayaan pesta selalu mengundang kesenian tarling pimpinan Sugra. Banyaknya masyarakat yang ingin mengundang tarling dan meningkatnya popularitas kesenian tersebut, memunculkan nama-nama tokoh seni tarling, di antaranya Jayana, Raden Sulam, Carinih, Yayah Kamsiyah, Hj Hariah, dan Dadang Darniyah. Pada dekade 1950-an muncul tokoh tarling ternama dari Cirebon, yakni Uci Sanusi.
Kegiatan yang diselenggarakan bekerja sama dengan Ditjen Kebudayaan tersebut merupakan rangkaian pagelaran seni yang keempat kalinya diadakan MAC. Melalui ajang ini, diharapkan masyarakat dapat menikmati hiburan pagelaran seni, juga sebagai media edukasi yang memberikan pengenalan khazanah seni budaya bangsa beserta nilai-nilai dan kearifan lokal yang ada di dalamnya.