Memasuki tahun politik 2023, masyarakat dituntut memiliki kesadaran secara aktif untuk mengawal proses pemilihan umum (pemilu) yang jujur, terbuka dan berintegritas. Partisipasi aktif tersebut khususnya ditujukan kepada para pemilih muda, termasuk mahasiswa, yang akan mendominasi suara pemilih pada Pemilu 2024. Berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Juli 2023, 52 persen pemilih 2024 merupakan pemilih muda. Pemilih berusia 17-30 tahun mencapai 31,23 persen atau sekitar 63,9 juta jiwa, dan pemilih berusia 31-40 tahun sebanyak 20,7 persen atau sekitar 42,4 juta jiwa.

“Partisipasi publik terutama mahasiswa sebagai agent of change ikut andil untuk membentuk masa depan Indonesia yang lebih baik,” kata Harry Ara Hutabarat, SH, MH selaku Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta. Dalam gelar wicara bertajuk “Partisipasi Mahasiswa Untuk Pemilu Terbuka Tahun 2024” Senin (02/10) yang diselenggarakan di Auditorium Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Harry menekankan bahwa mahasiswa sebagai pemilih muda yang terdidik harus memiliki informasi dan dapat berkomunikasi dengan badan-badan penyelenggara pemilu.

Kendati sangat akrab dengan dunia digital, nyatanya pengetahuan mahasiswa terkait pemilu dan rekam jejak para calon presiden maupun calon legislatif masih minim. Harry mengungkapkan bahwa seluruh elemen masyarakat seharusnya mengetahui, mengenal dan mengawal langsung pelaksanaan keterbukaan informasi publik sesuai mandat Undang-Undang (UU) No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yaitu meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik atau Good Governance.

 

Menurut Prof Dr Ibnu Hamad, MPd, Guru Besar UI dan Pejabat Pengelola Informasi Publik (PPID) Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) periode 2011-2014, informasi-informasi terkait pemilu sudah tersedia. Namun, kesadaran mahasiswa untuk mengakses informasi tersebut melalui situs web KPU masih perlu ditingkatkan karena setiap suara yang diberikan sangat menentukan masa depan Indonesia.

Selain perlu mengetahui informasi terkait pemilu dan menjadi pemilih, mahasiswa juga diharapkan bisa mengambil peran langsung pada pusaran penyelenggaraan pemilu dengan menjadi petugas pemilu. “Kebijakan menjadi petugas pemilu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) minimal berusia 17 tahun. Saya percaya mahasiswa punya integritas yang memadai untuk terlibat memungut suara publik dan menjaga kemurnian suara pemilih supaya tidak rentan dicurangi praktik manipulatif,” kata Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, SH, MH.

Menurut Titi, walaupun partisipasi masyarakat Indonesia dalam pemilu selalu tinggi, suara pemilih kerap kali tidak bermakna, karena banyaknya tata-cara pencoblosan yang tidak sah dan mengandung kecurangan, di antaranya adanya praktik jual-beli suara, penggelembungan suara, hingga mengubah hasil rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Untuk mengurangi praktik-praktik kecurangan, mahasiswa perlu mengawal suaranya sendiri secara bertanggung jawab dan mengetahui ke mana harus melapor jika menyaksikan tindak kecurangan.

Gelar wicara “Partisipasi Mahasiswa Untuk Pemilu Terbuka Tahun 2024” merupakan inisiatif KI Propinsi DKI Jakarta bersama FISIP UI, untuk mendorong mahasiswa meningkatkan partisipasi dan kontribusi pemilu yang jujur dan terbuka. Acara ini juga dilangsungkan untuk memperingati Hari Hak Untuk Tahu Sedunia atau International Right to Know Day yang diperingati setiap 28 September. Perayaan Hak Untuk Tahu Sedunia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa mereka memiliki hak dan kebebasan dalam mengakses informasi publik. Hak atas informasi merupakan hal esensial karena dapat menjadi pembuka jalan bagi terjaminnya pelaksanaan hak-hak asasi lainnya, seperti hak atas pendidikan, hak untuk hidup sejahtera, hak untuk hidup aman dan hak warga negara lainnya.

Dr Hendriyani, SSos, MSi selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI berterima kasih kepada KI Provinsi DKI Jakarta yang telah menyelenggarakan kegiatan ini dan membantu meningkatkan kesadaran akan keterbukaan publik. Ia mengatakan, “Hak untuk tahu atau right to know merupakan sesuatu yang penting untuk diketahui sebagai bagian dari hak kita semua, dan mahasiswa adalah orang-orang yang punya kemampuan dan potensi untuk menyebarkan informasi lebih jauh ke masyarakat umum.” Turut menjadi pembicara dalam gelar wicara ini adalah Dr Ummi Salamah, SPsi, Psikolog, MSi, staf pengajar FISIP UI; dan Prof Effendi Gazali MPS ID, PhD.