Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah umum bertajuk “Kebijakan Keuangan dan Pengawasannya dalam Mengatasi Pandemi Covid-19”. Kuliah ini diinisiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Rabu (18/11/2020). Kegiatan yang dilakukan secara daring ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Dies Natalis ke-70 FEB UI yang mengusung tema besar “Bersama, Berinovasi, Bermanfaat”.
Sri Mulyani mengatakan, tantangan perekonomian dunia terus datang silih berganti. Pada masa depan, kita berpotensi menghadapi tantangan perekonomian akibat dampak perubahan iklim, disrupsi teknologi, dan disrupsi lainnya. Tekanan ekonomi mungkin menjadi lebih tidak terduga sehingga mendorong ketahanan industri dan pembangunan ekonomi berkelanjutan menjadi sangat penting.
“Covid-19 menjadi game changer mengubah arah kebijakan untuk fokus pada penanganan pandemi dan upaya pemulihan ekonomi. Pandemi menciptakan kecemasan investor global. Negara berkembang, termasuk Indonesia, sempat mencatat aliran modal keluar karena sentimen negatif Covid-19, tetapi tekanan tersebut saat ini sudah mereda didukung oleh langkah penanganan pandemi dan stimulus ekonomi,” kata Sri.
Sri menguraikan, hampir semua negara diproyeksikan mengalami kontraksi terdalam di tahun 2020. Secara agregat, negara maju dan Amerika Latin menjadi kawasan dengan kontraksi terdalam pada tahun ini, sedangkan tekanan ekonomi negara berkembang Asia relatif lebih baik. Sebut saja, Indonesia di level -1,5, India -10,3, Jepang -5,3, sementara Amerika dan Karibia mencapai -8,1.
Dari sisi ekonomi dan jumlah korban, lanjut Sri, dampak Covid-19 terhadap Indonesia termasuk dalam kategori rendah dibandingkan negara lainnya. Mayoritas negara melakukan intervensi menggunakan APBN dan kebijakan fiskal untuk menanggulangi dampak pandemi. APBN menjadi instrumen utama untuk segera merespons dampak pandemi, mendukung pemulihan, serta menjaga reformasi ke depan.
“APBN merupakan salah satu instrumen stabilisasi, distribusi, dan alokasi. Kebijakan fiskal juga bergerak cepat untuk merespons pandemi untuk melindungi kesehatan dan ekonomi. APBN 2020 bergerak dinamis untuk merespons Covid-19, tentu pemerintah juga berkoordinasi dengan DPR. Jangan sampai dengan adanya Covid-19 distribusi pendapatan makin memburuk, dan dampak ekonomi akan menyebabkan distorsi,” ujar Sri yang juga alumnus FEB UI.
Menurut Sri, fokus Kemenkeu adalah bekerja ekstra agar APBN tetap terjaga untuk menghindari APBN kritikal. Dalam hal pengawasan implementasi program pemulihan ekonomi, Kemenkeu melaksanakannya secara good governance. Tetap menjunjung akuntabilitas tetapi menjaga kecepatan pelaksanaan. Sinergitas, komunikasi secara konstruktif, dan koordinasi antar lembaga untuk pengawasan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sangat diperlukan baik antara masyarakat, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga/daerah, maupun BPK Auditor.
Sri juga menguraikan kluster belanja Indonesia sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi nasional mencakup menyelamatkan jiwa dan perekonomian. Kluster tersebut terdiri atas belanja pada Kesehatan (Rp 97,26T), Perlindungan Sosial (Rp 234,33T), Sektoral K/L & Pemda (Rp 65,97T), Insentif Usaha (Rp 120,6T), UMKM (Rp 114,81T), dan Korporasi (Rp 62,22T). Pertumbuhan ekonomi triwulan III menunjukkan titik balik menuju pemulihan ekonomi yang kuat. Hal ini tecermin dari pertumbuhan ekonomi di sisi produksi, demand domestik yang meningkat, investasi tumbuh signifikan, dan kinerja ekspor membaik.
Pada kesempatan tersebut, Sri juga menyampaikan postur APBN 2021 yang bersifat ekspansif–konsolidatif untuk akselerasi pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi ekonomi. Kebijakan strategis APBN 2020 melingkupi Pendidikan (Rp 550T), Kesehatan (Rp 169,7T), Infrastruktur (Rp 413,8T), Ketahanan pangan (Rp 104,2T), Pariwisata (Rp 15,7T), Bidang TIK (Rp 29,6T), dan Perlindungan Sosial, sesuai dengan tujuan akselerasi pemulihan dan transformasi ekonomi menuju Indonesia maju.
“Pandemi menjadi perekat gotong royong kita. Optimistis meskipun tetap waspada. Pandemi menjadi akselerator reformasi ekonomi,” tegas Sri.
Pada kuliah umum tersebut, hadir Prof Ari Kuncoro SE MA PhD (Rektor UI), Vita Silvira SE MBA (Wakil Rektor UI Bidang Keuangan dan Logistik), Pj Dekan FEB UI Dr Beta Yulianita Gitaharie, para Wakil Dekan FEB UI, serta dipandu Vid Adrison PhD (Ketua Departemen Ilmu Ekonomi).
Prof Ari mengatakan, pandemi ini berdampak pada multidimensi. Baru kali ini terdapat krisis yang mencakup sisi demand, supply, serta ekspektasi masyarakat. Pandemi ini turut menjauhkan sisi demand dan supply karena PSBB. Indonesia dengan jumlah kelas menengah yang juga lumayan besar, juga turut terpengaruh isu kesehatan sehingga menekan sisi konsumsinya.
“Saat ini, kemungkinan besar the worst is over. Tampak dari beberapa indikator semakin membaik, walaupun belum sepenuhnya pulih. Diharapkan kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani dapat memberikan pemahaman komprehensif bagi para mahasiswa sehingga mampu melihat masalah dari perspektif yang luas,” tutup Prof Ari.