Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) mengadakan acara peresmian bangunan rumah balai bambu di RT 006, Kampung Nelayan Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (6/2/2021). Acara ini diresmikan Ketua Program Studi (Prodi) Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Dr Hayati Sari Hasibuan.
Peresmian tersebut juga dihadiri Ketua Lurah Pluit Ahmad Rosiwan, Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ivan Syamsurizal, serta Denny M Sundara dari PT Wijaya Karya. Selain itu, dihadiri warga Kampung Nelayan Muara Angke dengan menerapkan protokol kesehatan.
Peresmian rumah balai bambu merupakan acara puncak dari program Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (Pengmas) UI yang telah dilakukan sejak Agustus hingga Desember 2020. Program ini terintegrasi dengan pengmas lain, seperti Edukasi Urban Farming, kegiatan UI Mengajar, dan Aksi UI untuk Anak-anak.
Peresmian ditandai dengan pengguntingan pita dan penyerahan berita acara secara simbolis oleh Hayati Sari Hasibuan kepada Ahmad Rosiwan. Lalu, dilanjutkan oleh penyampaian testimoni dari pihak tamu dan pihak warga penerima manfaat.
“Pengabdian dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Kampung Nelayan ini penting untuk revitalisasi masyarakat pesisir dan ruangnya. Hal ini karena esensi kegiatan berkaitan dengan aspek ekosistem, masyarakat, infrastruktur, dan perekonomian di sana,” kata Hayati.
Ketua RT 006 Kampung Nelayan Muara Angke Arti Astati berpendapat, kegiatan bersama dapat terfasilitasi dengan adanya bangunan bambu ini.
Denny menambahkan, permukiman di pesisir bukan untuk dijauhi, melainkan masyarakatnya perlu adaptif dalam memanfaatkan sumber daya alam yang sesuai untuk membangun wilayah permukimannya. “Karena pesisir merupakan tempat tumbuhnya ekonomi masyarakat dan pusat pembelajaran masyarakat sehingga stigma mengenai penghapusan wilayah pesisir terutama di Jakarta dapat dihilangkan.”
Pendapat senada disampaikan Ivan Syamsurizal yang menekankan pentingnya adaptasi dari masyarakat pesisir, agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi permukiman yang sebenarnya berada di atas permukaan laut.
Program pengmas ini dilatarbelakangi kondisi rumah permukiman di kawasan pesisir yang masih dibuat dalam pola yang sama dengan lingkungan yang tidak mengalami banjir rob. Rumah bambu yang adaptif mampu merespons masalah alam dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Material bambu memiliki karakteristik yang mampu beradaptasi dengan kondisi alam laut. Selain itu, harganya relatif lebih murah.
Masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke dan tamu undangan menyambut program ini dengan positif. Ahmad Rosiwan selaku Ketua Lurah mengatakan, adanya rumah bambu ini dapat dijadikan percontohan, serta berpotensi menjadi tambahan daya tarik wisata.