Di hadapan lebih dari 350 tamu undangan, Prof Anggraini menyampaikan pidato pengukuhan terkait perkembangan regeneratif dan minimal invasi sebagai konsep terpadu perawatan endodontik di masa depan. Ia memaparkan perkembangan perawatan berbasis regeneratif yang menandai dimulainya era baru konsep perawatan endodontik.
Perawatan endodontik merupakan perawatan bagian dalam gigi, yang sehari-hari dikenal sebagai perawatan saluran akar gigi atau zenuw behandelin. Istilah endodontik diambil dari bahasa Yunani, yakni endon berarti “dalam” dan ho dontas yang berarti “gigi”. Sedangkan istilah kata endodontium sama artinya dengan pulpo dentinal organ, yaitu lapisan dalam gigi yang terdiri atas sel-sel pulpa dan dentin.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, tercatat proporsi masalah gigi dan mulut mengalami peningkatan dari 25,9 persen menjadi 57,6 persen. Prevalensi karies gigi pada penduduk usia produktif 35–45 tahun, maupun pada lansia usia 65 tahun ke atas mengalami peningkatan mencapai lebih dari 90 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa prevalensi karies penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi hanya 10,2 persen yang memperoleh pelayanan tenaga medis.
Perawatan regeneratif tidak sekadar menghilangkan gejala klinis, tetapi juga memperbaiki, menggantikan, serta meregenerasi kompleks dentin-pulpa yang hilang atau rusak akibat usia, karies, maupun trauma. Konsep regeneratif ini menjadi modalitas perawatan minimal invasif di bidang endodontik dari upaya mempertahankan struktur jaringan keras gigi menuju kelangsungan hidup jangka panjang gigi (from tooth preservation to tooth survival).
Terkait dengan potensi tersebut, konsep regeneratif dan minimal invasif dapat digabung menjadi Minimal Invasive Regenerative Endodontic Procedures (MIREPs), melalui modifikasi protokol klinik dari perawatan endodontik regeneratif yang sudah ada, serta menggabungkan desain preparasi akses minimal invasif, protokol disinfeksi yang bersifat biomimetik dan ramah sel, dan terapi regeneratif. Ini adalah tantangan baru yang membutuhkan riset-riset inovatif berbasis bioengineering, digital technology, dan genomic.
Perawatan endodontik saat ini berbiaya cukup mahal (high cost). Hal ini disebabkan oleh faktor komponen biaya alat dan obat/bahan habis pakai yang sangat banyak dan kompleks. Alat dan obat/bahan dalam perawatan endodontik hampir seluruhnya diimpor dari luar negeri dan merupakan komponen terbesar dari total biaya kesehatan saat ini. Standar prosedur perawatan endodontik ini telah diatur dalam kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) penyakit/kelainan jaringan pulpa periradikular.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat menjembatani kolaborasi antara industri alat kesehatan (alkes) luar negeri dan industri dalam negeri agar dapat bersama-sama memproduksi dan mengembangkan alkes di Indonesia. Riset pengembangan alat kesehatan serta obat-obatan ini diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dan meningkatkan peran kontribusi Indonesia di tingkat regional maupun global.
Menurut Prof Anggraini, masih banyak agenda riset dasar maupun aplikatif yang diperlukan agar prototype obat biologis dapat benar-benar bermanfaat bagi pasien. Di samping itu, upaya promotif dan preventif juga terus digalakkan untuk menekan jumlah karies yang dapat berlanjut ke tahap pulpitis irreversible, seperti yang tertuang dalam hasil Riskesdas tahun 2018, yang memerlukan perawatan endodontik kompleks serta berbiaya tinggi.
“Perjalanan panjang dan penuh tantangan harus dijalani sebagai bagian dari upaya menggiring hasil-hasil riset menuju hilirisasi dan komersialisasi produk ke arah industri melalui kerja sama yang melibatkan perguruan tinggi, industri, pemerintah dan masyarakat, serta peran media massa, sehingga dapat mendukung terciptanya ketahanan dan kemandirian di bidang kesehatan secara nasional,” ujar Prof Anggraini dalam pidato pengukuhannya.
Prosesi pengukuhan guru besar ini disiarkan melalui kanal Youtube Universitas Indonesia dan UI Teve. Pada prosesi ini turut hadir Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya; Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) Drg Usman Sumantri MSc; Ketua PDGI Depok drg Setiawan Witjaksono SpOrt; Direktur RS Hermina Depok dr Lies Nugrohowati MARS; Direktur RS Hermina Pekalongan drg Retno Windanarti MARS; Direktur RS Hermina Mekarsari dr Douglas S Umboh MARS; Owner & Founder PT Dermama Bioteknologi Dr dr Indah Julianto SpKK(K) FINSDV FAADV; Direktur Lembaga Kajian Anak Bangsa Rudi S Kamri; dan Asesor Internal RSKGM FKG UI Marsma TNI Dra Nilawati SKM MM.
Prof Anggraini menempuh pendidikan S1 Kedokteran Gigi (1987), Sp-1 Konservasi Gigi (1995), Subspesialis (Konsultan) Endodontologi (2006), dan Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Gigi (2012) di FKG UI. Saat ini, Prof Anggraini menjabat sebagai Ketua Departemen Ilmu Konservasi FKG UI.
Beberapa karya ilmiahnya yang telah diterbitkan, yaitu Buku Kedokteran Gigi Geriatrik Konsep dan Tatalaksana Komprehensif (2023); Analysis of Thrombin-Activated Platelet-Derived Exosome (T-aPDE) Potential for Dental Pulp Regeneration: In-Vitro Study (2022), dan Changes in Migratory Speed Rate of Human Dental Pulp Stromal Cells Cultured in Advanced Platelet- Rich Fibrin (2022).