Akhir-akhir ini, polusi udara menjadi pemicu meningkatnya kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Pada rapat terbatas (ratas) yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (28/8), Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa polusi udara menjadi salah satu penyebab pada enam penyakit gangguan pernapasan di Indonesia, seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia (infeksi paru), asma, tuberkulosis, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), dan kanker paru.

Di tengah polusi udara Jabodetabek yang memburuk, Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) dr Irandi Putra Pratomo, PhD, SpP(K), FAPSR, FISR, FISQua., mengimbau masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan. Selain itu, periksa kualitas udara secara rutin dan mengurangi aktivitas di luar ruangan saat polusi udara tinggi juga perlu dilakukan.

“Kita dapat melakukan pencegahan mulai dari diri sendiri, seperti mencari informasi terkait kualitas udara ketika ingin berkegiatan di luar ruangan dan informasi ini bisa didapatkan melalui aplikasi untuk melihat air quality index. Selain itu, kita juga bisa mendapatkan data ini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Hal ini tidak hanya diperuntukkan untuk aktivitas harian, seperti pergi sekolah dan bekerja, tetapi juga untuk para penggemar olahraga, terutama olahraga outdoor. Kalau pun tidak terhindarkan, disarankan untuk menggunakan masker dengan standar yang bisa mengurangi hirupan partikel kecil berbahaya yang tidak seharusnya masuk ke dalam tubuh dengan kadar tinggi, seperti KN95 ataupun KF94,” ujar dr Irandi yang juga Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Rumah Sakit UI (RSUI).

Bila dimungkinkan, dr Irandi juga mengatakan untuk saat ini sebaiknya bekerja secara remote atau yang dikenal dengan work from home. Namun juga dengan memperhatikan kualitas udara di dalam ruangan. Harus ada ventilasi, sehingga dapat mengalirkan udara dari luar ke dalam ruangan dan sebaliknya. Ia menambahkan, “Salah satu cara yang ada dalam rekomendasi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) adalah pemasangan air purifier, walaupun secara keilmuan masih kontroversi manfaatnya tapi sekali lagi dalam upaya ikhtiar seperti ini bisa dilakukan.”

Lebih lanjut ia menyarankan, bagi seseorang yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap dampak polusi udara, seperti seseorang yang mempunyai riwayat penyakit paru, maka dianjurkan untuk melakukan kontrol ke dokter. Hal ini dilakukan guna mengurangi efek buruk yang ditimbulkan akibat polusi udara dan mendapatkan rekomendasi tambahan obat agar tetap dapat beraktivitas dengan baik.

Selain itu, masyarakat juga harus menghindari sejumlah kebiasaan buruk yang mengganggu pernapasan dan mengganggu udara lingkungan, seperti kebiasaan merokok, baik tembakau maupun elektronik. Hal ini harus dikondisikan untuk tidak menambahkan kualitas udara dan kesehatan pernapasan semakin memburuk. Selanjutnya, yang juga perlu diperhatikan dan belum lama ini juga cukup banyak dibicarakan oleh masyarakat adalah kebiasaan membakar sampah. Kebiasaan ini dapat menghasilkan racun yang lebih banyak ke udara dan sangat berbahaya bagi kesehatan.

Hal lain yang bisa dilakukan secara mandiri adalah memastikan hidrasi tubuh cukup. Menjaga jumlah cairan yang cukup dapat mencegah terjadinya radang dan membantu menyegarkan tubuh di saat suhu udara meningkat karena pengaruh polusi. “Jadi, biasanya untuk kondisi radang itu akan menimbulkan panas tubuh, sehingga kita cenderung dehidrasi dan memerlukan minum yang cukup,” kata dr Irandi.