Narasumber kuliah umum ini yakni Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kuliah dilaksanakan secara hybrid yaitu perpaduan antara daring (online) dan luring (offline) dan dihadiri lebih dari 250 peserta yang merupakan sivitas akademika, alumni, dan perwakilan Polri.
Rektor UI Prof Ari Kuncoro SE MA PhD hadir membuka kuliah umum. Dalam sambutannya, ia berharap momentum ini dapat memberikan wawasan dalam hal kerukunan hidup dan inspirasi bagi sivitas akademika UI untuk meneladani karya dan kinerja Kapolri.
Direktur SKSG UI Athor Subroto SE MM MSc PhD mengapresiasi kehadiran Rektor UI dan Kapolri yang bersedia memberikan kuliah umum secara offline serta kehadiran seluruh peserta. “Kami bangga bahwa Kapolri saat ini merupakan alumni SKSG UI dan berharap kegiatan ini menjadi model hubungan UI dan para alumnusnya untuk saling mendukung dan menguatkan dalam rangka belajar bertukar pengalaman dan pikiran sehingga dampak positifnya dapat dirasakan oleh masyarakat yang lebih luas.”
Dalam materi yang disampaikan, Kapolri memaparkan tentang tantangan keamanan dan pertahanan Indonesia saat ini, yaitu ancaman terhadap kerukunan dan polarisasi. Menurutnya, penggunaan teknologi informasi saat ini menjadi potensi yang paling besar mengancam kerukunan bangsa.
“Ruang siber dimanfaatkan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks. Padahal, kalau kita lihat, di level elite, saat ini posisi jadi satu, tapi di grassroot, masih terpecah, dan untuk bisa berubah itu sangat sulit. Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila harus dijaga. Karena melihat perjalanan sejarah Indonesia yang mudah terpecah-belah dan potensi polarisasi menjadi tantangan dan harus diwaspadai oleh kita bersama,” ujarnya.
Kondisi grass root inilah yang Sigit jadikan sebagai dasar dalam membangun visinya sebagai Kapolri yang baru, yaitu “Peran Polri yang Presisi”. “Diharapkan dengan mengetahui kondisi masyarakat secara tepat, kita dapat menyusun langkah-langkah penanganan yang lebih tepat sasaran atau presisi,” ujarnya.
Beberapa langkah yang dilakukan Kapolri untuk menghadapi tantangan keamanan-pertahanan pada era digital ini, di antaranya program polisi cyber yang menggunakan model persuasif-edukatif bagi orang-orang yang berpotensi melanggar aturan-aturan di dunia maya. Langkah kedua, menjadikan kepolisian sektor (polsek) sebagai basis resolusi permasalahan wilayah.
Di polsek, penanganan masalah akan lebih mengedepankan metode yang bersifat mediasi dibandingkan yang bersifat penegakan hukum. Dalam metode ini, adat kebiasaan yang sudah hidup di masyarakat dapat menjadi salah satu solusi konflik sehingga dapat lebih mengakomodasi apa yang disebut “rasa keadilan” di masyarakat.
Langkah ketiga, melakukan pendekatan pengarusutamaan moderasi beragama dengan cara meningkatkan peran serta tokoh-tokoh agama di masyarakat dalam memerangi doktrin-doktrin yang tidak sesuai dengan nilai kebangsaan. Para mantan napi teroris juga dilibatkan dalam melakukan edukasi agar masyarakat dapat memahami pentingnya persatuan bangsa. Langkah terakhir, melakukan sinergitas antara Polri dengan TNI dalam menjaga keamanan negara.
Pada akhir pidato, Kapolri berharap bahwa potensi kemajemukan bangsa dapat dianggap sebagai suatu modal kemajuan bangsa, bukan sebagai potensi perpecahan bangsa. “Mari, kita jaga persatuan, bukan saatnya kita bertengkar. Bersatu untuk melalui pandemi Covid-19. Bersatu untuk masa depan yang lebih baik.”