Hal itu dilakukan sebagai upaya mendukung dan memberdayakan para santri di tengah keterbatasan akibat pandemi Covid-19. Tim pengmas ini diketuai Widhyasmaramurti SS MA, Program Studi (Prodi) Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB).
Adapun anggota tim yakni Dr Yuni Krisyuningsih Krisnandi, Prodi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA); Aswin Dewanto Hadisumarto SE MIA, Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB); dan Dwi Kristianto SHut MKesos, dosen mata kuliah umum UI; serta dua mahasiswa FIB yaitu Khanifah (mahasiswa pascasarjana Departemen Susastra), dan Galang (mahasiswa Sastra Jawa).
Pesantren Darussalam terletak di Kelurahan Bilapora Timur, Kecamatan Ganding, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Pesantren yang didirikan pada 1901 ini merupakan salah satu yang tertua di Madura. Pendirinya adalah Kyai Agung Muhammad Kharru bin Agung Darma bin Nyai Agung Sumi (Gung Sumi).
Pesantren ini berkembang pesat sejak 1961 di bawah kepemimpinan Kyai Ahmad Jazuli Thohiruddin dan istrinya Nyai Siti Maryam atau dikenal sebagai Nyi Seppo, dengan dibukanya Madrasah. Saat ini Pesantren Darussalam mengelola institusi pendidikan mulai dari tingkat dasar (TK) hingga tingkat menengah atas (SMK Darussalam). Sekarang, pesantren ini dipimpin cucu pertama Kyai Ahmad Jazuli, yaitu Kyai Badrus Shaleh, seorang antropolog dan sastrawan, yang juga dikenal dengan nama Raedu Basha.
Pelaksanaan kegiatan pengmas sebelumnya didahului dengan koordinasi bersama pihak pesantren untuk mendapat informasi tentang kebutuhan santri di sana. “Para santri dihadapkan pada pilihan tetap bertahan di pesantren atau kembali ke rumah. Para santri yang kembali ke rumah umumnya sulit kembali ke pesantren karena keterbatasan ekonomi. Santriwati kadangkala diminta orangtuanya untuk kembali ke rumah karena akan dinikahkan dini. Oleh sebab itu, dukungan dari UI diharapkan dapat menjadi bekal pengetahuan para santri dalam beradaptasi dengan kemajuan zaman pasca belajar di Pesantren Darussalam dan kembali ke masyarakat,” ujar Widhyasmaramurti atau kerap disapa Mara.
Kyai Badrus Shaleh berharap jika pengetahuan yang berhubungan dengan produk ekonomi kreatif seperti pembuatan sabun, dan batik ikat celup (tie dye), serta pelatihan pemasaran digital akan mampu menjadi bekal dalam menghadapi tantangan pada era globalisasi.
“Kami mengapresiasi kehadiran Tim Pengabdian Masyarakat Multidisplin dari UI karena para santri dapat mengetahui langsung proses pembuatan sabun, batik ikat celup, dan pemasaran digital dari dosen UI yang pastinya tidak mudah untuk mereka datang ke lokasi di masa pandemi ini. Kami berharap setelah ini para santri mampu memproduksi sendiri, sehingga dapat membantu perekonomian mereka,” kata Kyai Badrus.
Mara dan tim berupaya melakukan kegiatan dengan dua pendekatan, yaitu secara daring (online) dan luring (offline). Pelatihan pembuatan sabun sebagai kegiatan pertama terlaksana dibantu Khanifah, Koordinator Lapangan, yang mengarahkan santri dalam praktik.
Pelatihan ini dilakukan melalui Zoom, pada Desember 2020. Para santri juga dapat mengakses video pelatihan pembuatan sabun ramah lingkungan dari minyak jelantah yang disimulasikan oleh Dr Yuni Krisyuningsih Krisnandi. Pembuatan sabun dirasakan sesuai untuk dilakukan karena mendukung pelaksanaan protokol kesehatan mencuci tangan di lingkup pesantren dan memiliki nilai ekonomi untuk diperjualbelikan ke masyarakat umum.
Pelatihan pembuatan sabun dan batik ikat celup juga dilakukan secara tatap muka di Pesantren Darussalam pada 22-25 Maret. “Batik ikat celup diajarkan selain untuk mendukung komunitas batik cap yang telah ada di Pesantren Darussalam di bawah bimbingan Kiai Musyfiq, produk batik ini juga dapat menjadi produk ekonomi kreatif khas dari Pesantren Darussalam yang memiliki nilai jual yang baik,” ujar Mara.
Dwi Kristianto berbagi pengetahuan tentang pentingnya pembagian unit kerja yang dapat mendukung proses produksi yang berkesinambungan. Setelah sabun dan batik selesai diproduksi, para santri mendapat pengetahuan akan proses pemasaran digital secara daring melalui platform Zoom oleh Aswin Dewanto Hadisumarto.
Aswin mengajarkan pentingnya mengelola akun media sosial sebagai ajang promosi produk hasil karya para santri, dan perlunya membuat branding dan packaging yang unik dan bernilai jual tinggi di masyarakat. Pemasaran digital ini penting untuk dilakukan di masa pandemi Covid-19 ini karena menurut Aswin dapat menjangkau pangsa pasar yang lebih luas walaupun harus tetap berada di pesantren.
Sebagai bentuk evaluasi kegiatan, tim pengmas menggunakan survei tertulis dan tatap muka. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa seluruh peserta merasa pengetahuan tersampaikan dengan baik dan berharap pengetahuan dapat dikembangkan tidak hanya untuk santri, tetapi juga wali/orangtua santri.
“Kegiatan UI Multidisplin yang dibiayai melalui hibah dana dari Direktorat Pengabdian danPemberdayaan Masyarakat UI (DPPM UI) tahun 2020 ini diharapkan dapat membentuk komunitas santri yang mandiri, yang memiliki pengetahuan akan produk ekonomi kreatif dan dapat beradaptasi dengan teknologi dalam mengembangkan pemasarannya. Para santri inilah yang diharapkan dapat menjadi agen dalam melakukan transfer pengetahuan kepada masyarakat yang lebih luas, baik di lingkungan Pesantren Darussalam maupun di lingkungan tempat tinggal mereka nantinya seusai lulus dari Pesantren Darussalam,” ujar Mara.