Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menggelar Selo Soemardjan Memorial Discussion–Panel Session dengan topik ”Melawan ’Keletihan Sosial’ di Masa Pandemi”, yang diadakan secara daring pada Kamis (25/2/2021).
Tiga narasumber hadir pada acara ini, yakni Baequni Boerman SKM MKes PhD (dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Dr Phil Idhamsyah Eka Putra (dosen Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia), dan Prof Dr Paulus Wirutomo MSc (Guru Besar Sosiologi FISIP UI).
Dalam pemaparannya, Baequni mendefinisikan keletihan sosial sebagai sebuah bentuk kondisi ketika masyarakat tidak mau lagi peduli pada kondisi pandemi dan tidak mau mematuhi protokol kesehatan dari pemerintah. Menurut Baequni, hal ini terjadi karena masyarakat bingung dengan informasi yang simpang siur.
Baequni menyarankan pemerintah untuk memulai upaya penanggulangan pandemi berbasis akar rumput. Menurut Baequni, selama ini, pemerintah terlalu menekankan kepada solusi dengan konsep pendekatan struktural/top-down, bukan kultural/down-top.
“Padahal, kuncinya ada di mobilisasi masyarakat. Intervensi harus dilakukan di akar rumput dan dilakukan melalui satu pintu, satu komando di bawah gugus tugas Rukun Warga (RW). Di setiap desa harus ada mitigasi, perawatan di rumah, dan surveillance. Kita harus kembali ke akar rumput,” ujarnya.
Solusi gerakan akar rumput ini juga didukung Prof Paulus yang menyatakan pendekatan komunitas sangat penting dalam mengatasi pandemi Covid-19. Banyak keunggulan dari pendekatan komunitas ini jika dibandingkan dengan program-program dari pemerintah yang selama ini telah dijalankan. Di antaranya, adanya pemberdayaan komunitas aspirasi warga mudah didengar, pengawasan sosial dan individu lebih mudah dilakukan, serta komitmen yang lebih besar terhadap kesehatan warga komunitasnya.
”Komunitas juga lebih memahami potensi-potensi permasalahan yang ada di warganya, dibandingkan dengan birokrasi daerah,” kata Prof Paulus.
Ia juga memuji langkah pemerintah menerbitkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang dilakukan dengan pendekatan manusiawi, pendekatan berbasis komunitas, dan pendekatan gotong royong untuk memperkuat ketahanan masyarakat Indonesia. Ia menyarankan pemerintah untuk melakukan penguatan komunitas di seluruh Indonesia melalui pendayagunaan social capital, local wisdom, pengembangan infrastruktur sosial yang ada, komunikasi tradisional, dan sebagainya.
“Situasi sekarang ini merupakan kesempatan emas untuk memaksa pemerintah agar menguatkan political will-nya memberdayakan masyarakat Indonesia sampai ke akar rumput,” lanjut Prof Paulus.
Idhamsyah menyampaikan, penerapan pendekatan berbasis komunitas ini sebenarnya juga telah diterapkan di India. Tepatnya di Mumbai sebagai salah satu daerah permukiman kumuh terbesar di Asia.
Pemerintah India di Mumbai mengubah tempat-tempat umum yang tidak dipakai menjadi pusat-pusat penanganan dan sumber informasi resmi Covid-19 sehingga proses screening bisa dilakukan dengan masif dan menghindari kesimpangsiuran informasi di masyarakat. Ini adalah salah satu contoh penerapan pendekatan berbasis komunitas yang telah sukses dilakukan.
Hal lainnya yang dapat dilakukan terkait keletihan sosial ini adalah masyarakat harus mulai terbiasa untuk tidak mendengar informasi dari sumber yang tidak jelas yang bisa jadi hanya merupakan informasi yang bersifat konspirasi.
“Kepercayaan terhadap teori konspirasi bisa menstimulasi kebencian terhadap pihak-pihak tertentu sehingga pikiran menjadi sulit terbuka. Kalau sudah begitu, masyarakat akan mudah terpolarisasi dan diprovokasi,” imbuh Idhamsyah.
Acara diskusi ini merupakan kegiatan perdana dari rangkaian kegiatan “Selo Soemardjan Memorial Lecture dan Selo Soemardjan Memorial Discussion yang rencananya akan menjadi kegiatan berkala yang diselenggarakan FISIP UI. Kegiatan ini juga merupakan bentuk apresiasi FISIP UI bagi Prof Selo Soemardjan sebagai salah seorang tokoh sosial politik Indonesia dan dekan pertama FISIP UI.