Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) berkolaborasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Indonesian Association for Public Administration (IAPA) menggelar seminar nasional bertajuk “Membangun Netralitas ASN dan Demokrasi di Indonesia” secara daring, Selasa (17/11/2020). Acara ini bertujuan untuk memberikan dukungan kerja pengawasan aparatur sipil negara (ASN), terutama pada aspek nilai dasar, kode etik, kode perilaku, dan asas netralitas ASN jelang pilkada serentak 2020.
Seminar ini sekaligus memperkenalkan kepada khalayak mengenai JAGA ASN, sebuah platform pelaporan bagi ASN yang tidak netral. Aplikasi ini merupakan produk yang dikembangkan para akademisi yang terhimpun dalam IAPA.
“Fitur ini dapat membuat khalayak ikut berpartisipasi terhadap indikasi adanya ASN yang terlibat dalam proses kampanye paslon pilkada, tentunya kerahasiaan pelapor terjamin,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal IAPA Enjat Munajat.
Dalam seminar daring tersebut, hadir Setiawan Wangsaatmaja (Sekda Provinsi Jawa Barat), dr Agustin Kusumayati MSc PhD (Sekretaris Universitas Indonesia ), dan Agus Pramusinto (Ketua KASN/Ketua IAPA). Adapun narasumber adalah Azwar Abubakar (Menteri PAN RB 2011–2014), Arie Budhiman (Komisioner KASN), dan Dr Lina M Jannah (dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara, FIA UI), serta dipandu Zuliansyah P Zulkarnain MSi (dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara FIA UI).
Masalah pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada masih terus terjadi hingga saat ini. Bahkan, seperti yang sudah diprediksi sebelumnya pada masa kampanye saat ini, banyak dilaporkan kasus pelanggaran netralitas ASN di berbagai daerah penyelenggara pilkada.
Menurut Arie, per 13 November 2020, terdapat 857 ASN yang dilaporkan melakukan pelanggaran netralitas. Sebanyak 625 ASN telah diberikan rekomendasi penjatuhan sanksi pelanggaran netralitas, dengan tindak lanjut pemberian sanksi dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) kepada 458 ASN atau 73,3 persen. Dari sisi kategori pelanggaran, kampanye media sosial menduduki persentase terbesar, yaitu 25 persen.
“Virus N20 atau Netralitas 2020 ini banyak menginfeksi ASN di Indonesia dengan pelanggaran di media sosial sebagai yang tertinggi,” ujar Arie.
Ketua KASN Agus menyampaikan, pelanggaran netralitas ASN masih terus terjadi hingga 20 hari menjelang pencoblosan ini. Keberpihakan ASN bisa jadi karena adanya ketakutan bahwa posisinya akan lengser, kalau salah satu calon menang. Padahal yang terpenting adalah memiliki kompetensi.
“Siapa pun yang menang, kalau memiliki kompetensi, kita bisa menduduki posisi apa pun di birokrasi. Tidak perlu takut. Sistem ASN juga tidak memungkinkan kenaikan pangkat, pemecatan, dan sebagainya diganggu gugat oleh siapa pun yang memegang kekuasaan,” kata Agus.
Dosen FIA UI Lina juga menjelaskan pentingnya netralitas dalam menopang meritokrasi agar tercipta kemapanan demokrasi. Sistem merit merupakan sistem manajemen ASN berbasis kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi. Tujuan penerapan sistem merit adalah untuk memastikan jabatan di birokrasi pemerintah diduduki oleh orang-orang yang profesional, dalam arti kompeten dan melaksanakan tugas berdasarkan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.
“Jangan sampai kita menghancurkan demokrasi karena kita tidak memiliki meritokrasi,” kata Lina menegaskan.
Azwar Abu Bakar menambahkan, makin tinggi integritas seseorang, makin tinggi netralitasnya. Integritas ASN menjadi landasan dan pegangan dalam menjalankan tugas agar konsisten dengan perilaku yang sesuai dengan nilai, norma, dan etika. Dengan demikian, akan selaras dengan netralitasnya sebagai ASN.