Sejumlah akademisi dari Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik UI (DTE FTUI) bekerja sama dengan Puslitbang Transportasi Udara, mengembangkan purwarupa Sistem Deteksi Foreign Object Debris (FOD) yang dapat meningkatkan keselamatan penerbangan di bandara. Hal ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman Bersama (NKB) antara Universitas Indonesia (UI) dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub).

Purwarupa ini mampu mendeteksi obyek yang sangat kecil, seperti baut, mur, kerikil, dan obyek lainnya yang ada di landasan pacu. Sistem deteksi FOD ini telah diujicobakan di Bandar Udara Budiarto, Curug, pada 19–21 November 2020 dan mampu mendeteksi FOD dengan jelas pada jarak 200 meter dari posisi kamera berada.

Posisi kamera yang digunakan berada di ketinggian 8 meter dari permukaan tanah. Saat ini, purwarupa baru mampu mendeteksi 13 jenis obyek utama FOD, tetapi akan terus dikembangkan untuk mendeteksi lebih banyak obyek.

Peletakan long range camaera di ketinggian 8 m di Bandara Budiarto Curug
Peletakan long range camaera di ketinggian 8 m di Bandara Budiarto Curug

FOD dapat berupa kerikil maupun bagian-bagian dari badan pesawat yang terlepas saat lepas landas atau mendarat. Ini dapat membahayakan pesawat berikutnya yang melintasi landasan pacu tersebut. FOD ini berbahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan pesawat, menimbulkan korban jiwa, serta kerugian bagi operator penerbangan dan pengelola bandara.

Selama ini, untuk menghindari hal tersebut, personel di bandara secara rutin melakukan inspeksi ke landasan setiap enam jam sekali guna membersihkan area sepanjang landasan pacu. Hal ini karena semua benda atau puing-puing sebesar apa pun yang ada di landasan harus disingkirkan.

Menurut Prof Dr Fitri Yuli Zulkifli, Ketua Tim Peneliti dan Guru Besar FTUI, memantau area seluas landasan pacu bandara tanpa bantuan teknis atau alat teknologi akan membutuhkan waktu dan rentan terjadi kesalahan terutama dalam kondisi cuaca buruk. Untuk itu, diperlukan suatu sistem keamanan yang dapat membantu memonitor landasan pacu dari berbagai benda asing.

“Tim peneliti DTE FTUI dan Balitbanghub berupaya mengembangkan solusi masalah ini dengan menggunakan computer vision dan deep learning untuk mendeteksi adanya FOD pada landasan pacu. Sistem deteksi ini dikembangkan menggunakan teknologi long range camera yang mampu mendeteksi obyek hingga jarak 4 kilometer, dipadukan dengan pengolahan data berbasis komputer sebagai otaknya,” ujar Prof Fitri.

Ditemui di tempat terpisah, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan Dr Umiyatun Hayati Triastuti mengatakan, dengan menggunakan sistem deteksi ini, operator bandara dapat melakukan pengawasan terhadap FOD di landasan dengan lebih efektif dan efisien.

Proses Peletakan FOD di taxi way dengan jarak 115 m dan hasil deteksi FOD
Proses Peletakan FOD di taxi way dengan jarak 115 m dan hasil deteksi FOD

“Selama ini, pengawasan FOD dilakukan secara manual dengan menggunakan pandangan mata manusia dan disesuaikan dengan jadwal penerbangan. Hal ini sangat memakan waktu dan sumber daya manusia. Namun dengan purwarupa ini, hasil deteksi dapat dilaporkan secara otomatis baik ke personel bandara maupun ke personel ATC. Penempatan kamera juga sangat fleksibel, bisa pada jarak tertentu dari landasan,” terang Umiyatun.

Dengan pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial pada sistem pendeteksi FOD, imbuh Prof Fitri, beban petugas bandara bisa dikurangi dan keamanan serta keselamatan penerbangan dapat ditingkatkan.

“Purwarupa sistem pendeteksi FOD ini diharapkan mampu membantu personel bandara untuk mendeteksi FOD secara otomatis dan cepat serta dapat digunakan setiap saat tanpa mengganggu operasional bandara,” jelas Guru Besar FTUI bidang microwave antenna engineering dan telekomunikasi itu.

Produk yang dikembangkan anak bangsa ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih dalam meningkatkan kemandirian bangsa untuk menyediakan solusi berteknologi tinggi khususnya dalam bidang penerbangan. Diharapkan dengan kerja sama antara FTUI dan Puslitbang Transportasi Udara ini, link and match antara riset di universitas dan kebutuhan aplikatif di masyarakat dapat tercapai.