Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) mengadakan sidang terbuka Promosi Doktor Program Pascasarjana dengan promovendus atas nama Miwa Patnani. Miwa ditetapkan sebagai doktor ke-161 di Program Studi (Prodi) Ilmu Psikologi jenjang doktoral.

Miwa Patnani menyampaikan disertasi berjudul “Kualitas Perkawinan Pasangan Tanpa Anak: Studi Fenomenologi”. Sidang Promosi Doktor ini diketuai Dr Tjut Rifameutia Umar Ali MA, Dekan Fakultas Psikologi UI. Promotor Miwa adalah Dr Bagus Takwin MHum dan Ko-promotor Winarini Wilman D Mansoer MEdSt PhD.

Sidang Terbuka Promosi Doktor Miwa Patnani, FPsikologi UI
Sidang Terbuka Promosi Doktor Miwa Patnani, FPsikologi UI

Adapun Ketua Penguji dan Tim Penguji dalam sidang tersebut adalah Dr Elizabeth Kristi Poerwandari MHum (Ketua), Prof Dr Sofia Retnowati MS, Dra Clara RP Ajisuksmo MA PhD, Dra Dharmayati B Utoyo MA PhD, Dr Adriana Soekandar MS, dan Dr Yudiana Ratna Sari MSi. Miwa melaksanakan sidang terbuka secara daring melalui aplikasi Zoom, pada Senin (18/1/2021), dengan predikat Sangat Memuaskan.

Miwa menyampaikan, kehadiran anak dianggap sebagai salah satu faktor yang menentukan kualitas perkawinan sehingga pasangan menikah yang tidak memiliki anak sering kali dianggap tidak bahagia dengan perkawinannya. Anggapan seperti ini terutama berkembang di negara pro natalis, yaitu negara yang mendukung dan mendorong terjadinya kelahiran anak, seperti Indonesia.

Hasil riset empiris ternyata menunjukkan, ketidakhadiran anak berdampak negatif maupun positif pada perkawinan. Hal ini menunjukkan bahwa ada pemaknaan yang berbeda terhadap ketidakhadiran anak dalam perkawinan yang pada akhirnya menentukan cara pasangan menilai kualitas perkawinannya.

Sidang Terbuka Promosi Doktor Miwa Patnani, bersama Tim Penguji
Sidang Terbuka Promosi Doktor Miwa Patnani, bersama Tim Penguji

Di satu sisi, kondisi masyarakat Indonesia dikategorikan sebagai pro natalis. Di sisi lain, terdapat pengaruh nilai-nilai global yang membuat pasangan tanpa anak memiliki dinamika pengalaman yang unik dan pada akhirnya menentukan cara pasangan tersebut menilai kualitas perkawinannya.

Miwa memaparkan, penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap 11 partisipan pasangan tanpa anak yang telah menikah minimal selama 3 tahun.  Hasil wawancara dianalisis dengan menggunakan Interpretative Phenomenology Analysis (IPA) yang menghasilkan delapan tema, yaitu pengalaman positif, pengalaman negatif, relasi dengan pasangan, relasi dengan lingkungan sosial, relasi dengan Tuhan, konflik, penerimaan dan penilaian pada perkawinan.

Penelitian ini memiliki implikasi teoritis terhadap upaya memahami adanya perubahan cara pandang terhadap perkawinan di Indonesia sehingga dapat memberikan kontribusi bagi penelitian lebih lanjut terkait dengan perubahan perkawinan sebagai institusi sosial. Meskipun kehadiran anak tetap dianggap sebagai satu hal yang penting, bukan lagi menjadi tujuan utama dari perkawinan.

Sidang Terbuka Promosi Doktor Miwa Patnani, bersama Promotor dan Ko-promotor
Sidang Terbuka Promosi Doktor Miwa Patnani, bersama Promotor dan Ko-promotor

Pasangan menikah lebih menekankan pada kualitas hubungan yang memuaskan dan memberikan kebahagiaan bagi diri sendiri dan pasangannya, dibanding memenuhi harapan sosial. Secara praktis penelitian ini berimplikasi pada peningkatan kualitas hidup pasangan yang tidak memiliki anak dengan lebih fokus pada manfaat (reward) yang dimiliki, terutama terkait dengan kondisi finansial yang memuaskan, kebebasan, dan relasi yang dekat dengan pasangan, serta dukungan dari lingkungan sosial terdekatnya.

Kesimpulan penelitian menunjukkan, pasangan tanpa anak merasakan pengalaman positif maupun negatif terkait dengan kondisinya. Pengalaman negatif lebih banyak bersumber dari adanya tekanan sosial dari masyarakat terkait dengan adanya harapan terhadap kehadiran anak dalam perkawinan.

Meski demikian, tampaknya pasangan tanpa anak mampu melihat sisi positif dari ketidakhadiran anak, yaitu dengan adanya keuntungan dalam hal finansial, waktu, dan kebebasan, serta relasi yang dekat dengan pasangan.

Penekanan pada sisi positif membantu terciptanya relasi yang dekat dan memuaskan, sehingga memudahkan penerimaan pasangan terhadap kondisi ketidakhadiran anak dalam perkawinan. Dengan penerimaan tersebut, pasangan tanpa anak menilai perkawinannya memiliki kualitas yang tinggi.