Peristiwa korosi yang merusak struktur logam terus terjadi dan menimbulkan kerugian. Ditinjau dari sisi ekonomi, banyak kerugian yang dialami per tahun akibat peristiwa korosi. Rini Riastuti, Guru Besar Tetap dalam Bidang Korosi, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), yang dikukuhkan oleh Rektor Universitas Indonesia (UI) pada Rabu (05/07/2023) menyebutkan kerugian yang dialami akibat peristiwa korosi. Hal itu disampaikan pada pidato pengukuhannya yang berlangsung di Makara Art Center UI, Kampus Depok, Jawa Barat.

Korosi dikenal awam dengan istilah karat (rust). Korosi logam terjadi akibat penurunan kualitas atau perusakan permukaan logam pada lingkungan yang agresif berupa cairan, gas, atau tanah. Menurut Rini, korosi menyebabkan penampilan visual benda menjadi buruk dan industri mengalami plant downtime (waktu henti pabrik) karena harus mengganti peralatan yang terkorosi. Korosi juga menimbulkan loss of product karena adanya kebocoran kontainer, tangki, atau perpipaan, serta loss of efficiency karena industri mengeluarkan biaya cukup tinggi.

Selain kerugian ekonomi, korosi logam juga dapat menimbulkan kontaminasi yang merugikan kesehatan. Misalnya, apabila kaleng kemasan makanan penyok, makanan yang ada di dalamnya akan terkontaminasi lapisan timah putih dalam kaleng yang terkelupas. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengendalikan dan menghambat reaksi korosi.

Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mengendalikan dan menghambat reaksi korosi. Pertama, melalui penggunaan inhibitor yang aman. Inhibitor adalah zat kimia (organik dan anorganik) yang ditambahkan ke sistem dalam jumlah sedikit, dan membentuk lapisan pasif pada permukaan logam yang akan diproteksi. Biasanya inhibitor berupa cairan ataupun uap yang digunakan pada pipa transportasi air dan minyak ataupun gas.

“Saat ini, mahasiswa Departemen Metalurgi dan Material FTUI banyak melakukan penelitian pemanfaatan tumbuhan, baik daun, buah, maupun kulit kayu, untuk dijadikan inhibitor. Contoh yang sudah diteliti adalah daun sirih, daun teh hijau, daun teh putih, daun sirsak, daun bayam merah, buah jamblang, kayu secang, kulit buah manggis, dan masih banyak lagi. Semua bahan ini mengandung zat polyphenolic dan anthocyanin sebagai antioksidan tinggi yang diharapkan dapat
menjadi inhibitor ramah lingkungan,” ujar Rini.

Upaya pencegahan terjadinya korosi logam juga dapat dilakukan dengan metode pelapisan (coating), seperti lapis listrik, galvanisasi, dan organic coating (cat). Pelapisan pada dasarnya memberi penghalang (barrier) untuk menghambat air dan oksigen berkontak langsung dengan permukaan besi. Selain itu, proteksi logam dengan metode proteksi katodik dapat menjadi pilihan untuk industri besar. Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan anoda korban ataupun impressed current.

Rini menilai proses korosi tidak pernah berhenti. Untuk itu, perlu adanya sosialisassi terkait korosi, mulai dari tingkat edukasi, fungsi dari personel yang diperlukan, serta kursus dan pelatihan tentang kasus korosi. Ada empat kategori yang diidentifikasi oleh European Federation of Corrosion (EFC) untuk personel yang berkecimpung pada kasus korosi. Kategori A: Corrosion Scientist and Engineers, yaitu mereka yang terlibat pada pengembangan teknik dan metode tentang mekanisme korosipersonel, seperti ahli kimia, ahli metalurgi, ahli fisika, peneliti, dan praktisi. Kategori B dan C: Corrosion Technologist and Technicians, yaitu mereka yang berkolaborasi langsung dengan ilmuwan, serta memiliki pemahaman prinsip dasar keilmuan dan mampu mengaplikasikannya. Terakhir, kategori D: Operatives, yaitu personel yang melaksanakan tugas di lapangan di bawah supervise corrosion engineers.

“Selain itu, sangatlah penting untuk praktik secara virtual keseluruhan pengendalian korosi yang berbasis risiko. Biasanya, diawali dengan membuat identifikasi mekanisme utama dari serangan korosi, kemudian dilakukan intervensi yang beralasan. Hal ini dapat mencakup penggantian material, pemilihan inhibitor korosi, atau perubahan desain komponen atau kondisi fisik yang diharapkan. Tahap kritis bervariasi untuk menganalisis korosi sering kali dengan pendekatan permodelan,” kata Rini menutup pemaparannya.

Melalui kajian berjudul “Corrosion Never Sleeps: Peristiwa Korosi di Sekitar Kita”, Prof Dr Ir Rini Riastuti, MSc berhasil dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Korosi FTUI. Prosesi pengukuhan tersebut dipimpin langsung oleh Rektor UI, Prof Ari Kuncoro, SE, MA, PhD, dan disiarkan secara virtual melalui kanal YouTube Universitas Indonesia dan UI Teve. Dalam acara tersebut, turut hadir Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, Anggota Dewan Energi Nasional
RI, Ir H. Daryatmo Mardijanto; Senior Vice President Director PT Honda Prospect Motor, Benawati Abas; Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni M Agr.; dan Rektor UI Periode 2014–2019, Prof Dr Ir Muhammad Anis, MMet.

Prof Dr Ir Rini Riastuti, MSc berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik UI (1978–1985); Master of Science, Faculty of Technology, The Victoria University Of Manchester, UK (1989–1990); dan Doktor Program Studi Teknik Metalurgi dan Material FTUI (2008–2014). Beberapa karya ilmiahnya yang pernah diterbitkan, yaitu Effect of Syzygium Cumini Leaf Extract As a Green Corrosion Inhibitor on API 5L Carbon Steek in 1M HCl (2022); Development of Saga (Abrus Precatorius) Seed Extraxt as Green Corrosion Inhibitor in API 5L Grade B under 1M HCl Solutions (2022); dan Study of Influence Time in the Improvement of Nickel Contents on Limonite Processing Using Naoh (2022).