Sebagai tanda penghormatan akan kepergian mantan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), 26 profesor/akademisi/alumni UI yang merupakan penggemar karyanya, sahabat, kolega, serta murid-murid Prof Sapardi, mempersembahkan virtual poetry reading yang dihadiri istri almarhum, Sonya Sondakh.
Ajang ini sebagai bentuk apresiasi bagi Prof Sapardi yang merupakan seniman intelektual Indonesia. Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani. Rektor UI Prof Ari Kuncoro juga turut membacakan puisi karya SDD yang paling ia sukai, yaitu “Puisi Hujan Bulan Juni”.
Prof Sapardi berpulang pada 19 Juli 2020, dalam usia 80 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka bagi segenap sivitas akademika dan warga UI.
“Beliau memiliki tempat tersendiri di hati kami. Beliau adalah seorang pujangga yang tidak hanya ada di hati generasi seperti kami, melainkan pula turut mengisi para generasi muda saat ini. Semoga persembahan virtual poetry reading ini dapat menyampaikan rasa kasih kami yang sangat mendalam. Teriring doa semoga beliau bahagia dalam perjalanannya menuju surga,” ujar Prof Riri Fitri Sari, Guru Besar FTUI, selaku penggagas kegiatan ini.
Dalam pembukaan pidatonya, Sri Mulyani menuturkan, “Seorang pujangga penyair telah meninggalkan kita semua, terasa melengkapi duka dunia yang telah ditatar oleh Covid-19. Namun, sajak dan puisinya yang indah senantiasa bersama kita dan abadi. Seorang yang mampu melahirkan kata dari rasa, kata-kata dari mata, telinga, suasana, kata-kata dari kala dan waktu yang tiada teraba.”
Pada kesempatan itu, Sri Mulyani juga membacakan sebuah puisi karya SDD yang sangat ia sukai, berjudul “Terbangnya Burung”. Sri Mulyani menuturkan, “Puisi ini sangat mengena di hati saya. Seolah-olah Pak Sapardi ingin menyampaikan tentang pengabdian, keikhlasan, dan ketulusan. Pada saat situasi Covid-19 saat ini, ketiga hal itu terasa sangat penting.”
Melalui virtual poetry reading ini, sivitas akademika UI secara bergantian membaca puisi karya Prof Sapardi via Zoom. Ke-26 pembaca puisi lainnya adalah Prof Ari Kuncoro; Prof Riri Fitri Sari membacakan puisi “Dalam Doaku”; Prof Agus Purwadianto membacakan puisi “Sehabis Mengantar Jenazah”; Prof Multamia Lauder (puisi “Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari”); Prof Riris Sarumpaet (puisi “Pada Suatu Hari Nanti”); Prof Saptawati Bardosono (puisi “Dalam Diriku”); Prof Prijono Tjiptoherijanto (puisi “Akuarium Bulan Juli”); dan Prof N Jenny Malik (puisi “Sajak Tafsir”).
Dilanjutkan oleh Prof Raldi Artono Koestoer (puisi “Ajaran Hidup”); Riri Satria (puisi “The Day Will Come”); Prof Harkristuti Harkrisnowo (puisi “Ziarah”); Prof Liche Seniati (puisi “Akulah Si Telaga”); Prof Budi Susilo Supandji (Lirik untuk Improvisasi Jazz); Dr Ade Solihat (puisi “Yang Fana adalah Waktu”); Prof Wibowo Mangunwardoyo (puisi “Hanya”); Prof Setiawati Darmojuwono (puisi “Hatiku Selembar Daun”); dan Prof Raden Irawati Ismail (puisi “Aku Ingin”).
Berikutnya adalah Dymussaga MHum (puisi “Sebelum Surya Terakhir”); Prof Sudarto Ronoatmodjo (puisi “Atas Kemerdekaan”); Prof Yasmine Shahab (puisi “Jarak”); Dr Adrianus LG Waworuntu (puisi “Kuhentikan Hujan”); Prof Reni Akbar-Hawadi (puisi “Di Tangan Anak-anak”); Prof Jenny Bashirudin (puisi “Tentang Seorang Penjaga Kubur”); Prof Dwiana Ocviyanti (puisi “Kenangan”); dan dr Agustin Kusumayati PhD (puisi “Ayat-Ayat Tokyo”).
Selain pembacaan puisi, acara yang dikemas apik ini diselingi pula dengan pembacaan cerpen karya Prof Sapardi berjudul “Surat” oleh Niniek L Karim, penggiat seni yang juga dosen di Fakultas Psikologi UI. Sesaat adalah abadi, persinggahan di kehidupan yang sesaat, tapi meninggalkan nama besar yang akan abadi dari seorang seniman intelektual Indonesia abad ini, Sapardi Djoko Damono. [*]