Universitas Indonesia (UI) memperoleh 61 sertifikat paten dan 273 sertifikat hak cipta tahun 2020 dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), atas karya intelektual dari para peneliti UI. Pemberian sertifikat secara simbolis dilakukan Menkumham Yasonna H Laoly kepada Rektor UI Prof Ari Kuncoro SE MA PhD, Jumat (27/11/2020).

Turut hadir pada acara yang dilakukan secara virtual tersebut adalah Freddy Harris (Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham), drg Nurtami PhD SpOF(K) (Wakil Rektor UI Bidang Riset dan Inovasi), dan Ahmad Gamal SArs MSi MUP PhD (Direktur Inovasi dan Science Technopark UI). Usai serah-terima, Menkumham menyampaikan kuliah umum  berjudul “Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Sebagai Dasar Kemajuan Inovasi Nasional”.

Prof. Ari Kuncoro menyerahkan secara simbolis kepada Dr. Muhammad Sahlan selaku perwakilan penerima sertifikat paten
Prof. Ari Kuncoro menyerahkan secara simbolis kepada Dr. Muhammad Sahlan selaku perwakilan penerima sertifikat paten

Pada kesempatan tersebut, Prof Ari juga menyerahkan sertifikat secara simbolis kepada Dr Muhammad Sahlan selaku perwakilan penerima sertifikat paten dan kepada Dr Rachma Fitriati MSi selaku perwakilan penerima sertifikat hak cipta.

Beberapa hasil inovasi yang berhasil memperoleh sertifikat paten tahun 2020, di antaranya Komposisi Obat Kumur yang Mengandung Ekstrak Propolis; Helm yang dilengkapi Alat yang Dapat Memberikan Peringatan berupa Getaran kepada Pengendara yang Terdeteksi Mengantuk dengan Membaca Gelombang Otak; Suatu Komposisi Krim Antiselulit Campuran Minyak Nilam, Melati, dan Jahe Merah serta Proses Pembuatannya; Alat Penyedot dan Pembunuh Jentik Nyamuk Demam Berdarah; Sistem Bantu Keputusan pada EKG dan USG–Kebidanan untuk Dokter Pelayanan Primer; dan Perangkat Kalkulasi Risiko Penyakit Jantung Koroner dan Diabetes Melitus Tipe-2.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D secara simbolis menyerahkan sertifikat kekayaan intelektual kepada Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D secara simbolis menyerahkan sertifikat kekayaan intelektual kepada Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D

Yasonna mengapresiasi peran universitas dalam menjembatani pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat dalam hal edukasi HAKI dengan cara menginisiasi forum-forum diskusi. Hal ini baik, karena menurut Yasonna, kemakmuran bangsa tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat. Yasonna juga menyarankan agar setiap paten yang diperoleh, dapat langsung dikomersialisasikan oleh pihak universitas sebab kekayaan intelektual tanpa nilai ekonomi tidak akan terlalu bermanfaat bagi masyarakat.

Prof Ari mengatakan, ajang ini adalah bentuk apresiasi kepada para peneliti UI yang mempunyai produk inovasi dan kreasi terdaftar, baik berupa hak cipta, paten, merek, desain industri, maupun desain tata letak sirkuit terpadu. Diharapkan ajang Serah Terima Sertifikat HKI UI dapat memotivasi sivitas akademika UI untuk terus meningkatkan produktivitas, dan kualitas dalam menciptakan karya-karya inovatif yang kemudian akan memiliki manfaat besar untuk bangsa Indonesia.

“Selain itu, diharapkan mampu meningkatkan pemahaman sivitas akademika UI terhadap pentingnya Pengelolaan Kekayaan Intelektual dari hulu hingga hilir,” katanya.

Dalam kuliah umumnya, Yasonna memaparkan perkembangan revolusi industri yang begitu cepat, dan bagaimana ekonomi digital atau ekonomi kreatif kini telah menjadi salah satu kunci kemajuan suatu bangsa. Ekonomi digital/kreatif sangat erat kaitannya dengan HAKI, terutama dalam hal perlindungan hukum dan aspek ekonomi.

Prof. Ari Kuncoro juga menyerahkan secara simbolis kepada Dr. Rachma Fitriati, M.Si selaku perwakilan penerima sertifikat hak cipta
Prof. Ari Kuncoro juga menyerahkan secara simbolis kepada Dr. Rachma Fitriati, M.Si selaku perwakilan penerima sertifikat hak cipta

“Terkait hal ini, Kemenkumham telah melakukan tiga hal utama dalam hal pengembangan ekonomi kreatif, yaitu pengembangan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, pengembangan apresiasi terhadap HAKI, serta perlindungan HAKI,” ujarnya.

Menurut Yasonna, ketiga hal tersebut tentu saja memerlukan sinergitas dan kolaborasi dari berbagai pihak, terutama dari universitas. Universitas dapat berperan untuk mendorong dan membimbing pemerintah-pemerintah daerah agar mengidentifikasi serta mendaftarkan kekayaan intelektual komunal mereka.

Yasonna menjelaskan, wujud hak kekayaan intelektual komunal dapat berupa pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional, sumber daya genetik, dan indikasi geografis. Bentuk-bentuk kekayaan intelektual ini nantinya dapat dikembangkan menjadi potensi pariwisata dan ekonomi kreatif.

HAKI, terang Yasonna, dapat mendorong perekonomian bangsa, dan berperan untuk melindungi penemuan inovasi bangsa dalam ekonomi kreatif. “Sudah banyak penelitian yang menyebutkan korelasi positif antara tingginya tingkat pendaftaran HAKI, terhadap tingkat kemakmuran ekonomi di suatu negara.”