Kamis (25/3/2021), Sekretaris Universitas Indonesia dr Agustin Kusumayati MSc PhD dalam kegiatan Seminar Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) memaparkan tentang pelayanan kesehatan primer sebagai tulang punggung dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Menurut Agustin, pelayanan kesehatan primer adalah rangkaian pelayanan kesehatan dasar terintegrasi yang dimulai dari upaya promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis penyakit, sampai pada upaya penanganan dan rehabilitasi.

“Penting diingat bahwa pelayanan kesehatan primer itu people centre, bukan disease centre. Ia berfokus pada manusia, dan bersifat universal, tersedia untuk semua orang ketika mereka pertama kali ingin mengakses layanan kesehatan,” ujar Agustin yang juga pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Di sisi lain, pelayanan kesehatan ini dari segi finansial juga harus dapat ditopang oleh pendanaan dari pemerintah dan masyarakat, karena sifatnya yang komprehensif dengan tujuan yang besar. Tujuan tersebut tidak hanya mencakup kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental dan lingkungan dari pasien yang ditangani.

Menurut Agustin, dalam konteks penanganan pandemi, Indonesia sebenarnya sudah punya suatu formulasi penanganan tersendiri dengan layanan kesehatan primer sudah termasuk di dalamnya, yaitu konsep “Perang Akar Rumput Melawan Covid-19”. Dalam konsep ini, pemberdayaan masyarakat memang menjadi komponen utama dari upaya penanganan pandemi Covid-19.

Masyarakat didorong untuk bertumpu pada kemampuan dan ketahanan diri sendiri, melakukan kegiatan terorganisasi dalam upaya penanganan pandemi, menggunakan teknologi, serta membangun kolaborasi yang bersifat pentahelix, multidisiplin, dan multisektor.

Konsep ini diterapkan pada level terkecil, yaitu tingkat desa dan kelurahan dalam bentuk upaya pencegahan, mendeteksi, dan merespons (prevent, detect, and respond). Upaya ini diterapkan dalam bentuk promosi kesehatan, pencegahan penularan, tracing dan edukasi kasus Covid-19, mitigasi dampak sosio-ekonomi, pendampingan oleh pemerintah dan ahli kesehatan masyarakat, serta penerapan tata laksana karantina mandiri kasus Covid-19.

Menurut Agustin, penerapan upaya tersebut banyak terkendala oleh hal yang disebut sebagai egosektoral. Selain itu, hal ini menyebabkan upaya penanganan secara teknis menjadi lebih kompleks.

“Bentuk unit penanganan kesehatan menjadi bermacam-macam, dengan penyebutan kader yang juga bermacam-macam, padahal orang dan fungsinya itu-itu saja. Penyaluran dana menjadi terpecah-pecah, dan yang paling penting, masyarakat bingung karena tidak adanya pendampingan dari ahli kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Untuk itu, ia mengusulkan agar ke depannya upaya penanganan pandemi harus melibatkan para ahli kesehatan masyarakat sebagai pendamping. Lebih spesifik, ia berpendapat bahwa para sarjana kesehatan masyarakat harus turun langsung dan terlibat. Hal ini bisa dicapai bila ada regulasi yang mendukung, seperti dikeluarkannya instruksi presiden.

“Layanan kesehatan primer harus dimulai dari unit terkecil, yaitu desa/kelurahan. Di situ medan pertempuran kita. Hilangkan ego-ego sektoral, perbaiki pelayanan puskesmas, dan tingkatkan kualitas sumber daya manusia tenaga kesehatan kita, maka masa depan akan kita raih,” katanya.

Seminar MWA ini adalah penyelenggaraan kedua kalinya setelah sebelumnya diadakan kegiatan yang sama pada Januari 2021. Bila pada penyelenggaraan sebelumnya kegiatan ini mengangkat tema ekonomi, tema yang diangkat pada seminar kali ini adalah “Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Indonesia”.

Dalam kesempatan ini, hadir secara virtual Wakil Presiden Ma’aruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai pembicara kunci. Seminar ini berusaha menghadirkan perspektif kesehatan dan inovasi dalam melihat kondisi Indonesia saat ini.