Rabu (24/2/2021), Pusat Kajian Gizi Regional Universitas Indonesia (PKGR UI) atau Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON) meluncurkan rekomendasi kebijakan (policy brief) Panduan Gizi Seimbang Berbasis Pangan Lokal (PGS-PL) secara daring melalui Zoom.
Direktur PKGR UI Prof dr Muchtaruddin Mansyur MS PhD, mengatakan, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan kasus stunting tertinggi pada balita di Asia Tenggara. Prevalensinya stagnan pada 10 tahun terakhir. Ini menjadi tantangan, karena stunting berkaitan erat dengan penyakit infeksi dan ketidakcukupan asupan nutrisi anak.
Kecukupan gizi dari asupan dapat dipenuhi dari pangan lokal padat gizi yang tersedia di daerah tempat tinggal anak. Optimalisasi pangan lokal dapat menjadi alternatif mengatasi masalah gizi pada masa pandemi Covid-19.
PKGR UI menyusun rekomendasi kebijakan berdasarkan penelitian data sekunder dari program Survei Pemantauan Konsumsi Gizi 2016. Survei ini dilakukan dari 11 Desember 2019 hingga 30 Juni 2020, untuk memetakan karakteristik asupan makanan dan gizi balita pada keluarga yang berasal dari 37 kabupaten di 33 provinsi di Indonesia.
Rekomendasi disusun menggunakan metode Linear Programming (LP) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang merekomendasikan penggunaan bahan pangan lokal untuk memenuhi kekurangan zat gizi yang ada di setiap daerah. Pengolahan data dan penyusun PGS-PL melibatkan akademisi dari politeknik kesehatan dan universitas mewakili enam wilayah di Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Nusa tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua).
”Kajian atau rumusan rekomendasi kebijakan telah disusun PKGR sejak 2020 dan menjadi policy brief ke-3 dari UI dalam mendukung kebijakan pemerintah, khususnya mengatasi stunting di Indonesia. Kegiatan ini merupakan rangkaian Peringatan Ulang Tahun SEAMEO-RECFON ke-10, dan berharap hasil kajian kebijakan PGS-PL dapat memberikan manfaat dan dampak yang luas bagi Indonesia dan kemajuan ilmu pengetahuan,” kata Prof Muchtaruddin.
PKGR merekomendasikan tiga hal, yaitu mengintegrasikan PGS-PL yang disusun SEAMEO-RECFON dengan kebijakan dan program terkait dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam upaya penciptaan SDM berkualitas; menyusun forum koordinasi dan komunikasi antara pemerintah daerah serta institusi akademik sebagai pusat pelatihan, implementasi, dan evaluasi di daerah terkait PGS-PL; dan menjadikan PGS-PL sebagai salah satu alternatif acuan kementerian dan lembaga terkait, serta masyarakat dalam membangun sistem pangan di Indonesia.
Guna menanggapi rekomendasi kebijakan tersebut, pihak PKGR UI mengundang beberapa pihak yang akan bekerja sama terkait pelaksanaan program, di antaranya Mahmud Fauzi (Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi Kemenkes), Bito Wikantosa (Direktur Pembangunan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan Kemendes-PTT), R Budiono Subambang (Direktur Direktorat Perencanaan, Evaluasi dan Informasi Pembangunan Daerah, Kemendagri), Fini Murfiani (Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementan), Jarot Indarto (Perencana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas), dan Letkol (KH) Tantawi Jauhari (Analis Kebijakan Bidang Demografi, Sekjen Dewan Ketahanan Nasional).
Fauzi mengatakan, Kementarian Kesehatan (Kemenkes) mendukung rekomendasi kebijakan ini karena dalam pedoman gizi seimbang Permenkes Nomor 49 Tahun 2014 disebutkan salah satu pilarnya adalah keanekaragaman makanan, bukan dari pabrikan. Ada tiga strategi penanganan gizi dari Kemenkes, yaitu fortifikasi, suplementasi, dan diversifikasi pangan dan gizi.
”Ada kendala dalam menerapkan program ini, yaitu karakteristik daerah yang berbeda, tidak ada satu makanan yang memiliki gizi lengkap, dan ketersediaan bahan pangan. Saat ini, Kemenkes berfokus pada program edukasi kepada masyarakat untuk dapat menerapkan pola gizi seimbang sesuai dengan pedoman dan berbasis pangan lokal,” ujar Fauzi.
Budiono menambahkan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sangat mendukung rekomendasi kebijakan PGS-PL terutama dibentuknya forum koordinasi antara pemerintah daerah dan institusi akademik seperti UI. Ini sejalan dengan fungsi Kemendagri untuk melakukan koordinasi dan konsolidasi antara pemerintah pusat dan daerah terkait program penurunan stunting di Indonesia.
”Kami akan mendukung program PGS-PL ini dari segi nomenklatur regulasi, pelaksanaan, sampai kepada penyusunan anggaran. Mudah-mudahan ketika sudah masuk ke tahap pemetaan masalah dan penyusunan dokumen, semua pemangku kepentingan bisa berembuk dan bekerja sama agar rencana aksi yang disusun dapat terlaksana dengan baik,” kata Budiono.
Forum komunikasi antar-pemda ini mendapat dukungan dari Fini Murfiani yang mengatakan bahwa forum ini akan mempermudah koordinasi antar-kementerian dalam pelaksanaan program PGS-PL.
“Kami dari Kementerian Pertanian (Kementan) akan bekerja sama terutama dalam penyediaan bahan pokok daging ayam, telur, dan susu. Kami siap menginfokan dan memetakan distribusinya seperti apa dan produsennya di mana saja demi kelancaran pelaksanaan program PGS-PL ini. Tentu saja, pelaksanaannya nanti akan sangat membutuhkan kerja sama dari Kemendagri,” ujarnya.
PKGR UI/SEAMEO REFCON semula bernama SEAMEO TROPMED Regional Center for Community Nutrition (RCCN). Saat ini, bersama enam SEAMEO lain di Indonesia, berada di bawah yurisdiksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.