Kampung Kadoku di Kecamatan Wanokaka, Desa Weimangoma, Sumba Barat, Pulau Sumba, menjadi lokasi yang dikunjungi oleh Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) sepanjang Juli— Agustus 2023. Kedatangan mereka merupakan bagian dari Program Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat FIB UI yang diketuai Diah Kartini Lasman, MHum. (dosen Program Studi Prancis) yang beranggotakan dua dosen lainnya, yakni Dr Hendra Kaprisma (dosen Program Studi Rusia, Manajer Umum) dan Nazarudin, MA (dosen Program Studi Indonesia), serta dua mahasiswa, Syifa Nurannisa dan Diajeng NRS. Tim ini menginisiasi narasi digital Kampung Kadoku yang juga diterbitkan dalam bentuk QR Code.

Kampung Kadoku adalah salah satu kampung tradisional yang masih mempertahankan ritual-ritual adat dan tradisi lisan nenek moyang. Di kampung tersebut terdapat 20 rumah tradisional yang dikenal dengan nama Uma Menara, yang beratap menara dari alang-alang.

Uma Menara berarsitektur rumah panggung dari bambu dan papan kayu. Rumah utama di Kampung Kadoku bernama Uma Habei yang konon didirikan langsung oleh Ubu Uang, pendiri Kampung Kadoku. Di dalam Uma Habei masih terdapat ukiran yang lazim disebut “Habei”. Ukiran ini masih dikenal sebagai ukiran pamali dan tidak boleh difoto atau dilihat oleh orang dari luar kampung Kadoku.

Pendirian Kampung Kadoku ini berkaitan dengan Legenda Lende Watu, yaitu runtuhnya jembatan batu yang menghubungkan Sumba dengan pulau lain. Tidak ada yang tahu dengan pasti mengenai pulau lain yang disebut dalam legenda ini. Ada yang menduga pulau lain itu adalah Bima (Sumbawa), ada pula yang menduga pulai lain itu adalah Flores. Namun demikian, jembatan batu karang yang disebut sebagai Lende Watu ini diyakini telah membawa banyak warga Sumba pergi dan tidak kembali.

Umbu Uang adalah pertapa suci dari dalam gua yang menguasai petir dan halilintar. Dengan kekuatannya, Umbu Uang menghancurkan Lende Watu. Setelah itu, Umbu Uang mendirikan Uma Habei di Kampung Kadoku yang hingga kini masih eksis.

Legenda yang menjadi warisan sastra lisan Sumba inilah yang dinarasikan secara digital oleh Tim Pengmas FIB UI. Narasi budaya digital itu dibuatkan QR Code, lalu QR Code ini ditempatkan di dalam desa adat yang dapat menjadi rujukan bagi wisatawan yang ingin mengetahui kisah asal-usul kampung ini. Mengingat sinyal di Sumba yang tidak selalu stabil, tim Pengmas FIB UI juga mencetak narasi budaya digital berbahasa Indonesia dan Inggris dalam sebuah poster yang ditempatkan di pintu masuk Kampung Kadoku. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan kampung adat Kadoku menjadi destinasi wisata berbasis digital pertama di Pulau Sumba.

Hal tersebut diharapkan menjadi sebuah “pilot project” untuk kampung-kampung adat lainnya. Pengmas FIB UI ini disambut baik oleh Dinas Pariwisata Sumba Barat, yang dipimpin Charles H Weru selaku Kepala Dinas dan dijembatani oleh Annisa Umar Bamualim selaku Sekretaris Dinas Pariwisata Sumba Barat.

“Narasi budaya digital sangat penting dalam pelestarian budaya dan juga dalam penentuan destinasi wisata berkelanjutan. Kita tidak mau para turis hanya datang dan melihat bentuk kampung adat tanpa memahami esensinya. Hal inilah yang mendasari kegiatan kami,” ujar Diah Kartini Lasman, MHum selaku ketua Tim Pengmas FIB UI.

Ia juga mengatakan bahwa ke depannya, Tim Pengmas FIB UI masih akan membuat narasi budaya digital untuk setiap Uma Menara yang ada di Kampung Kadoku—karena baru diketahui dalam penelusuran ini bahwa setiap Uma Menara memiliki nama, fungsi dan kisah masing-masing dalam ritual adat Kadoku.