Universitas Indonesia (UI) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (NKB) antara UI dan BPK. Penandatanganan ini dilakukan oleh Rektor UI Prof Ari Kuncoro SE MA PhD dan Ketua BPK Agung Firman Sampurna pada Senin (31/8/2020) di Auditorium BPK Tower, Jakarta.
Kesepakatan tersebut memperkuat sinergi dan koordinasi dalam mendukung pemeriksaan, penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta peningkatan kapasitas kelembagaan. Sinergitas UI dan BPK diharapkan mampu membawa hasil yang positif untuk membantu NKRI mengatasi pandemi Covid-19.
Turunan dari kerja sama yang telah diatur dalam NKB ini akan dilanjutkan dengan perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh bidang-bidang di bawah rektor maupun fakultas di lingkungan UI. Salah satunya, kerja sama di bidang akademik dan kemahasiswaan yang dipimpin Wakil Rektor UI Prof Dr rer nat Rosari Saleh yang akan bersinergi menyelenggarakan pendidikan pada tingkat pascasarjana (magister dan doktor) bagi para pelaksana BPK guna mengoptimalkan SDM BPK.
Berkenaan dengan bentuk kerja sama yang akan diselenggarakan, Agung memaparkan, “UI memiliki wahana yang lebih luas dalam melaksanakan fungsi pendidikan, pembelajaran, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejumlah program sudah dipersiapkan untuk ditindaklanjuti dalam bentuk perjanjian kerja sama, di antaranya pengembangan Laboratorium Perhitungan Kerugian Negara yang bekerja sama dengan Fakultas Hukum UI. Lalu, economic government foresight yang dapat dikerjasamakan dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Serta pelibatan kerja sama dengan Fakultas Teknik UI untuk pembahasan pemutakhiran pedoman teknis pemeriksaan infrastruktur.”
Dalam sambutannya, Prof Ari mengatakan, “Kerja sama ini merupakan perwujudan kolaborasi antara BPK dan UI dalam rangka menjalankan tugas pokok yang mulia kedua instansi pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Saling bersinergi diperlukan untuk mendukung dan memanfaatkan potensi masing-masing dalam rangka mengoptimalkan kinerja dan inovasi dalam menjalankan tugas yang diberikan negara sesuai amanat Undang-undang Dasar 1945.”
Lebih lanjut, Agung menyampaikan, “Dengan adanya kolaborasi dan sinergi, dapat digapai hal-hal yang besar bersama, yang sulit untuk diraih jika dilakukan sendiri. Dalam konteks BPK, hal-hal besar secara umum didefinisikan dengan kenaikan tingkat atau level kedewasaan BPK sebagai lembaga pemeriksa. BPK tidak hanya berperan sebagai garda transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga telah mencapai tingkatan memberikan insight atau pandangan dalam perbaikan sistemik dan bahkan memberikan pilihan kebijakan publik terbaik bagi pemangku kepentingan.”
Usai penandatanganan NKB ini, dilaksanakan Kuliah Umum UI–BPK bertema “Desentralisasi Fiskal: Peluang, Hambatan, dan Tantangan Implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal di Masa Pandemi Covid-19.”
Dalam kuliah ini, Prof Ari menjelaskan, “Pemerintah telah membentuk kebijakan payung yang merupakan kebijakan survival pada masa pandemi guna menyeimbangkan penanganan pandemi untuk mencegah penularan dan memulihkan ekonomi. Pemulihan ekonomi nasional adalah untuk menyambung kembali sisi penawaran atau kapasitas produksi perekonomian dengan sisi permintaan masyarakat sekaligus menyuntikan daya beli baru ke dalam arus melingkar pendapatan nasional. Selain Kementerian PUPR, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, BUMN dan Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transportasi merupakan system integrator. Demikian pula, Kemendes dapat memfasilitasi UMKM terutama di pedesaan diantaranya melalui digitalisasi rantai pasokan kota-desa yang akan membantu pemulihan ekonomi karena 63 persen dari PDB dihasilkan oleh sektor ini.”
Ia juga menguraikan tentang penelitian berkenaan variabel kerugian negara akibat korupsi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. “Maka, di sini hadir peran BPK RI sebagai alat untuk membuat deterrent (efek jera) guna menekan angka korupsi.”