Universitas Indonesia (UI) melalui Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP UI) menggelar seminar daring bertajuk “Pilkada di Masa Pandemi”, Senin (12/10/2020), untuk mengkaji pelaksanaan pilkada serentak yang sedianya dilaksanakan pada Desember 2020.
Ketua MPR Bambang Soesatyo hadir menyampaikan pidato utamanya yang diikuti dengan sambutan Rektor UI Prof Ari Kuncoro SE MA PhD. Sambutan penutup dibawakan Wakil Rektor UI Bidang Riset dan Inovasi, Prof Dr rer nat Abdul Haris.
Dalam acara yang sama, hadir pula narasumber yang menyampaikan paparan, yaitu Akmal M Piliang (Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri) dan Brigjen TNI Yusran Yunus (Asisten Deputi Bidang Koordinasi Bidang Pengelolaan Pemilu dan Penguatan Parpol Kemenpolhukam).
Selain perwakilan dari pemerintahan, forum ini menghadirkan akademisi, yaitu Prof Dr Valina Singka Subekti MSi (Guru Besar FISIP UI) dan Prof Dr Eko Prasojo Mag rer publ (Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi UI). Seluruh rangkaian acara dipandu oleh Dr Imam Budidarmawan Prasodjo MA (dosen FISIP UI) selaku moderator. Tayangan seminar dapat disaksikan ulang pada kanal Youtube: https://youtu.be/xK2vsPmPP-A.
Bambang Soesatyo menyampaikan, pandemi tidak boleh menghalangi kita untuk bekerja dan berkinerja dengan memanfaatkan teknologi dan protokol kesehatan. Demikian pula di tengah suasana keprihatinan, kita harus menerapkan akal sehat dan keterbukaan pemikiran, terutama dalam menyikapi agenda pilkada.
“Saat ini, terjadi polemik antara tetap dilaksanakan atau ditundanya pilkada serentak. Saya meyakini pemerintah masih membuka ruang untuk mempertimbangkan masukan, aspirasi pro dan kontra untuk mengambil keputusan,” kata Bambang.
Bambang juga menyebutkan, pelaksanaan pilkada di 270 daerah memang dilematis. Di satu sisi, Covid-19 yang masih meningkat, tentunya menjadi kekhawatiran akan menjadi pemicu lahirnya kluster baru. Di sisi lain, hak politik dan hak konstitusi publik untuk memilih dan dipilih juga harus dipenuhi.
Penyelenggaraan pilkada memfasilitasi pergantian pemimpin kepala daerah merupakan wujud implementasi tradisi demokrasi yang sehat. “Diharapkan seminar ini mampu menggali guna memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi pemerintah,” ujar Bambang.
Dalam uraiannya, Brigjen TNI Yusran Yunus menyampaikan bahwa kesehatan dan keselamatan masyarakat adalah hal yang utama dalam pelaksanaan pilkada. Untuk itu, terdapat jaminan penegakan hukum pada pelanggaran protokol kesehatan.
Ia juga meminta agar seluruh masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam menegakkan disiplin protokol kesehatan dan turut serta mensosialisasikan penerapan protokol kesehatan. Apabila terjadi dinamika Covid-19 yang membahayakan masyarakat dan sampai terjadi force majeure, pilkada dapat ditunda kembali sesuai pasal 201A Perppu Nomor 2 Tahun 2020.
Akmal M Piliang mengungkapkan adanya dua titik krusial dalam persiapan pilkada serentak 2020 yang telah dilalui dengan baik. Ia juga mengajak masyarakat untuk optimistis bahwa pilkada ini akan menjadi instrumen utama untuk menggerakkan elemen-elemen di pemerintah kota maupun daerah untuk mengedukasi masyarakat dalam melawan Covid-19.
“Jadikan pilkada sebagai ajang adu gagasan paslon mengenai strategi penanganan Covid-19 dan dampak sosial ekonominya. Kami juga mendorong PJ, PLT, untuk melakukan kampanye dengan pendekatan daring guna menjaga social distancing,” ujar Akmal.
Dalam paparannya, Prof Eko Prasojo menjelaskan, pilkada di tengah pandemi Covid-19 dapat berpotensi memberikan dampak di antaranya pada minimnya kualitas interaksi calon dan masyarakat; pilkada akan menjadi ritualitas demokrasi/prosedural semata; tidak terjadi konsolidasi demokrasi lokal; dan politik uang akan tumbuh secara senyap karena adanya kebutuhan ekonomi rakyat yang terdampak pandemi.
“Namun di sisi lain, jika pilkada tidak dilaksanakan, maka akan berdampak pada Pjs Kada tidak dapat membuat keputusan strategik seperti APBN, organisasi, SDM, program pembangunan mengikuti tahun anggaran 2020, terjadi penundaan berbagai program pembangunan,” terang Prof Eko.
Lebih lanjut, menurut Prof Eko, dalam mengambil kebijakan harus berdasarkan evidence based policy. Ia juga menyebutkan bahwa terbuka opsi pilkada tidak langsung oleh DPRD. Pilkada tidak langsung melalui DPRD sangat dimungkinkan berdasarkan pasal 18 UUD 1945, serta tidak menghilangkan esensi demokrasi.
“Namun, di sisi lain, pilkada oleh DPRD juga tetap berpotensi money politic oleh politisi dan pengusaha, serta perlu melakukan perubahan UU Pilkada atau melalui perppu yang membutuhkan waktu,” ujar Prof Eko yang juga Dekan FIA UI ini.
Prof Valina menambahkan, pilkada serentak sangat kompleks, rumit, dan berbiaya mahal. Pilkada identik dengan kerumunan massa yang melibatkan banyak orang. Setidaknya terdapat 715 pasangan calon, 106 juta lebih pemilih, ratusan ribu TPS, dan jutaan petugas KPPS.
Pilkada dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis, ekonomi, kultural. Pilkada diharapkan tidak hanya r ritual prosedural elektoral, tetapi juga harus dapat menjamin melahirkan kepala daerah berkualitas untuk menjamin tata kelola daerah yang baik guna mempercepat kemakmuran di daerah-daerah.
“Pertanyaannya, apakah pilkada serentak pada situasi pandemi Covid-19 mampu menghasilkan pilkada yang sehat dan kepala daerah berkualitas?” tanya Prof Valina.
Prof Valina membuka opsi untuk melakukan penundaan, yaitu opsi penundaan serentak ataupun penundaan secara parsial. Menurut Prof Valona, selama melakukan penundaan, dapat dilakukan upaya pengendalian persebaran Covid-19, menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat, serta inovasi pengaturan perpanjangan waktu untuk pemungutan suara dan perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik.
Upaya lainnya, lanjut Prof Valina, yakni pemungutan suara via pos, kotak suara keliling, inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera, seperti penghentian kampanye atau diskualifikasi apalagi melanggar protokol kesehatan, dan memberi pemahaman pada petugas pemilu dan pemilih mengenai pilkada dengan protokol kesehatan.
“Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan pilkada. Pelaksanaan pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat, dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko,” ujar Prof Valina.