Universitas Indonesia (UI) menjadi salah satu dari empat perguruan tinggi negeri yang bermitra dengan Kementerian Perhubungan RI dalam mempersiapkan kebijakan guna mewujudkan transportasi sehat di tengah pandemi Covid-19.
Paparan hasil penelitian dan usulan kebijakan dari para akademisi UI disampaikan dalam webinar series ke-2 bertajuk “Transportasi Sehat, Indonesia Maju”, pada Rabu (16/9/2020). Paparan tersebut dapat disaksikan di www.youtube.com/watch?v=hTdX4sdGZ_k.
Di bawah koordinasi Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP UI), lima tim UI mempersiapkan kajian Efektivitas Regulasi Penerbangan pada Masa Pandemi Covid-19; Perubahan Perilaku Masyarakat Pengguna Jasa Angkutan Udara sebagai Respons terhadap Pandemi Covid-19; Optimalisasi Kinerja Sektor Penerbangan di dalam dan Setelah Pandemi Covid-19; Model dan Strategi Pemulihan Bisnis Penerbangan Pasca Pandemi Covid-19; dan Standar Kesehatan di Sarana dan Prasarana Transportasi Udara dalam Masa Pandemi Covid-19.
Selain kajian, UI memberikan beberapa rekomendasi menyeluruh terkait sektor transportasi udara. Pada kesempatan seminar daring kedua ini, terdapat tiga kajian dan rekomendasi yang disampaikan, sementara dua kajian lainnya akan disampaikan pada webinar series ke-5 pekan depan.
Pada kajian pertama, yaitu “Efektivitas Regulasi Penerbangan pada Masa Pandemi Covid-19”, Krisna Puji Rahmayanti SIA MPA, akademisi Fakultas Ilmu Administrasi UI, mengatakan, “Peraturan perundang-undangan perlu memperhatikan nilai keadilan bagi stakeholders. Perlu diterapkan mitigasi risiko setiap melakukan perpanjangan penerapan kebijakan pembatasan atau syarat tambahan pada perjalanan udara. Berdasarkan FGD antara operator dan regulator, kami merekomendasikan sejumlah poin, yaitu relaksasi pajak, mempertimbangkan biaya landing fee, parking fee, kebijakan tarif tiket, dan promosi jasa transportasi udara dengan protokol kesehatan.”
Krisna dan tim juga menawarkan opsi Travel Bubble, yaitu mempertimbangkan untuk penerbangan berjarak pendek ke beberapa negara terdekat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang optimal. Travel Bubble ini sejalan dengan inovasi di beberapa negara, seperti yang mulai dipertimbangkan oleh Thailand, Jepang, Korsel, dan China.
Pada kajian berikutnya, tim UI yang diketuai Prof Budi Sampurna DFM SH SpF(K) SpKP (Ketua Prodi Kedokteran Penerbangan FKUI) menyampaikan kajian mengenai “Standar Kesehatan di Sarana dan Prasarana Transportasi Udara dalam Masa Pandemi Covid-19.”
Dalam paparan yang disampaikan oleh Dr dr Wawan Mulyawan SpBS SpKP disampaikan bahwa produsen pesawat udara pada umumnya menggunakan HEPA filter dengan removal efficiency tertinggi untuk sistem resirkulasi udara kabin pesawat. “HEPA filter mampu menjaga kualitas udara tetap bersih dengan kemampuan filtrasi 85 persen dan removal efficiency 99,995 persen. HEPA filter juga biasa digunakan di kamar operasi rumah sakit. Di dalam transportasi udara, dapat diterapkan strategi kombinasi people-air-surface-space management.”
Wawan melanjutkan, para penumpang dan petugas harus menjalankan protokol kesehatan taat seperti mencuci tangan, masker, pelindung wajah, APD lain, menjaga kebersihan ruangan atau prasarana, mengatur tingkat okupansi, luas ruangan indoor, serta manajemen udara. Selain itu, harus mengurangi aktivitas yang dapat memproduksi airborne, yaitu bernyanyi, berteriak, batuk, bersin, atau banyak berbicara.
Ia juga menguraikan sejumlah rekomendasi. Menurut Wawan, “Pada penerbangan domestik, kami merekomendasikan untuk tidak mensyaratkan RT-PCR atau rapid test (antibody dan antigen) hingga ada uji diagnostik yang memenuhi persyaratan speed, scale, accurate, cost-effective. Pada penerbangan internasional, persyaratan penumpang dengan kedatangan di bandara Indonesia, mewajibkan health certificate dan hasil PCR negatif.”
Para penumpang di bandara, terang Wawan, juga wajib mengisi aplikasi yang mendata informasi kesehatan terkait Covid-19 yang berlaku nasional, agar status kesehatannya dapat dipantau. Contohnya CLM (Corona Likelihood Metric) dalam aplikasi JAKI (Jakarta Terkini). Penggunaan internet of thing juga perlu diintensifkan untuk meningkatkan kapasitas layanan serta mengurangi beban di bandara.
Pada kajian ketiga, tim akademisi UI yang diwakili oleh Dr Bagus Takwin MHum dari Fakultas Psikologi UI, memaparkan tentang “Perubahan Perilaku Masyarakat Pengguna Jasa Angkutan Udara sebagai Respons terhadap Pandemi Covid-19.”
Bagus menjelaskan, “Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, sebanyak 76 persen responden tidak melakukan perjalanan udara selama masa pandemi Covid-19. Ketika dikonfirmasi mengenai kapan kiranya merasa nyaman melakukan perjalanan udara, jawaban didominasi oleh sebanyak 36 persen responden perjalanan bisnis dan sebanyak 49 persen perjalanan wisata ketika telah ditemukannya obat/vaksin Covid-19. Jika terus dibiarkan, kondisi ini akan memberikan dampak negatif terhadap bisnis angkutan udara, dan keberlangsungan mata pencaharian karyawannya.”
Bagus dan tim merekomendasi kebijakan bagi pemerintah untuk mencari langkah-langkah tepat dan memadai guna mengubah perilaku pengguna angkutan udara. “Pemerintah dapat membuat pernyataan publik bahwa perjalanan udara aman, tentu dengan dukungan menjalankan protokol kesehatan yang taat. Pemerintah juga dapat gencar mengkomunikasikan teknologi HEPA, anjuran perjalanan dinas bagi ASN/TNI/Polri dengan menggunakan pesawat udara, pemanfaatan teknologi untuk mengurai penumpukan penumpang, dan keterlibatan semua pihak untuk memberikan pelayanan siap sedia dan memastikan protokol kesehatan berjalan sebagaimana mestinya.”
Rektor UI Prof Ari Kuncoro SE MA PhD mengungkapkan, “Sektor transportasi memiliki peranan amat penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia termasuk negara yang mengalami dampak penurunan penggunaan jasa transportasi secara drastis. Dalam situasi saat ini, kita perlu berupaya keras mengatasi kesehatan dan perekonomian. Perlu langkah strategis dari pemerintah dan pihak lainnya untuk mewujudkan transportasi sehat dan maju. Diharapkan, rekomendasi kebijakan yang UI sampaikan dapat memperkaya referensi pemerintah di dalam mengambil kebijakan yang tepat akan penanggulangan masalah pandemi Covid-19.”
Wakil Rektor UI Bidang Riset dan Inovasi, Prof Dr rer nat Abdul Haris menambahkan, “Kajian ini dilakukan oleh para akademisi lintas keilmuan di UI yang andal dan bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan. Rekomendasi yang disampaikan ini hanyalah awal dan ke depannya membutuhkan penyamaan pemahaman, komitmen, pembangunan kepercayaan dan dialog antar-aktor. Untuk mencapai hasil dan dampak yang efektif dalam penanganan Covid-19, setiap aktor, baik regulator maupun operator, perlu membangun visi dan aksi yang terkoordinasi dan mengedepankan kolaborasi dalam prosesnya.”