Universitas Indonesia (UI) melalui Pusat Kajian Gizi Regional (PKGR) UI atau SEAMEO–RECFON (Southeast Asian Ministers of Education Regional Centre for Food and Nutrition) menyelenggarakan konferensi internasional tingkat Asia Tenggara di bidang pangan dan gizi bertema “Ensuring Quality Early Life for Productive Human Resources post Covid-19 Pandemic: Updates on Early Childhood Care, Nutrition and Education Research and Program Evaluations”.

Acara ini berlangsung pada 9–11 September 2020 secara virtual sebagai bentuk respons dan adaptasi terhadap situasi global. Konferensi internasional ini diikuti lebih dari 1.000 peserta dari seluruh dunia. Sesi pleno dapat disaksikan pada kanal Youtube SEAMEO RECFON di youtu.be/3iKYFxcnfl4.

Konferensi ini menjadi wadah bagi para peneliti, dosen, pelaksana program pengembangan, pelaku industri, dan pengambil keputusan dari pemerintah dan sektor swasta di Asia Tenggara dan sekitarnya, untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman penelitian terkait pangan dan gizi.

Pada pembukaan, Direktur SEAMEO RECFON dr Muchtaruddin Mansyur PhD menyampaikan, “Konferensi ini merupakan bagian dari kontribusi kami (SEAMEO RECFON) dalam mempromosikan gizi melalui penelitian, pendidikan, dan pengembangan masyarakat. Kami telah mengadakan seminar diseminasi penelitian setiap tahun selama enam tahun terakhir, tapi ini adalah konferensi pertama yang berupaya mempertemukan lebih banyak peserta dari seluruh Asia Tenggara.”

Konferensi ini menghadirkan sejumlah ahli dan pembuat kebijakan sebagai pembicara utama. Pada hari pertama, hadir Prof Ainun Na’im PhD, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI; dan Prof Paul Haggarty dari Universitas Aberdeen, Inggris.

Prof. Ainun Na_im, Ph.D, Sekretaris Jenderal Kemendikbud yang hadir dalam Konferensi Virtual Pangan _ Gizi SEAMEO – RECFON UI

Prof Haggarty membahas mengenai “Pendekatan Anak Seutuhnya: Pentingnya Kesulitan Kehidupan Dini pada Biologi dan Kognisi Anak”. Sesi berikutnya diisi tiga perempuan pembuat kebijakan asal Indonesia, Laos, dan Myanmar, yaitu Dr Hera Nurlita, Dr Chandavon Phoxay, dan Dr Lwin Mar Hlaing. Mereka membahas dampak pandemi Covid-19 pada program penanggulangan stunting di Asia Tenggara dan dampak buruknya pada biologi dan kognitif anak.

Pada dua hari selanjutnya, para pakar terkemuka dari Thailand dan Filipina juga akan berkontribusi dalam sesi-sesi pleno. Sebanyak 52 peserta konferensi berkesempatan untuk mempresentasikan karya mereka dalam bentuk presentasi lisan dan poster.

Walau mayoritas berasal dari negara-negara Asia Tenggara, terdapat pula peserta dari Australia, India, dan Belanda. Penelitian yang disampaikan dalam konferensi tersebut tidak kalah beragam, termasuk penelitian di empat negara berbeda, yakni India, Indonesia, Malaysia, dan Myanmar.

Dalam 3 hari ke depan, para peserta akan mempelajari kenyataan di lapangan, penelitian, kebijakan, dan peluang untuk membentuk masa awal kehidupan yang berkualitas demi menciptakan SDM yang produktif di Asia Tenggara. Secara khusus, konferensi ini juga akan mengumpulkan dan menyerap pengalaman para peserta, baik secara individu maupun institusi, mengenai gizi dan pendidikan anak usia dini di Asia Tenggara, terutama pada masa pandemi.

Sebagai hasil akhir, konferensi ini akan menerbitkan buku kompilasi abstrak penelitian yang dapat membantu mengumpulkan dan menginformasikan potensi penelitian pada masa depan mengenai pola asuh, gizi, dan pendidikan anak usia dini di Asia Tenggara.