Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia (UI) drg Nurtami PhD SpOF(K) mengatakan, jamu adalah salah satu budaya bangsa Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai asupan untuk meningkatkan imunitas terhadap bahaya penyakit. Hal ini disampaikan Nurtami dalam sambutan ketika membuka webinar “Jamu Tradisional sebagai Pengetahuan untuk Kesehatan Publik di Masa Pandemi”, Selasa (23/3/2021).

“Jamu adalah peninggalan tradisional dan merupakan bagian budaya bangsa yang layak untuk dikembangkan, terutama dalam konsep pemeliharaan kesehatan menggunakan wawasan tumbuh-tumbuhan di Indonesia. Dalam rangka pelestarian pengetahuan tentang jamu, UI melalui Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) berupaya menghadirkan narasumber yang ahli di bidang jamu dan membahas perspektif budaya hingga penelitian di bidang farmasi,” ujar Nurtami.

Lebih lanjut, Nurtami menyampaikan, semoga dari diskusi ini akan terbentuk kerja sama yang berkelanjutan antara elemen UI sebagai institusi pendidikan dan Mustika Ratu sebagai sektor swasta dalam pengembangan pengetahuan dan memperkuat resilience masyarakat pada masa pandemi.

Pembicara pertama dalam webinar tersebut adalah Sugi Lanus, pembaca manuskrip lontar Bali dan Jawa Kuno yang memaparkan sejarah jamu tradisional berdasarkan naskah kuno, lontar, dan dikaitkan dengan warisan leluhur, serta budaya masyarakat.

“Dari catatan kuno, kita dapat mempelajari hubungan manusia dengan alam sekitar, khususnya mengenali khasiat tumbuhan di lingkungannya. Saya berharap jamu yang selama ini dianggap adat istiadat tradisional dan mitos yang diwariskan secara turun-temurun, harapannya bisa sebagai ‘masa depan’ dibantu oleh pihak swasta untuk memproduksi dengan harga yang tidak mahal dan membantu memperkenalkan ke masyarakat,” kata Sugi.

Ia mengapresiasi proses saintifikasi yang sudah dikerjakan Mustika Ratu terhadap herbal-rempah sebagai pengobatan yang terjangkau. Mustika Ratu telah melakukan uji coba maupun studi empiris yang ekstensif untuk menghasil produk unggulan dari ramuan kuno yang terbukti dapat menunjang kesehatan.

Pembicara kedua adalah Guru Besar Bidang Bahan Alam Fakultas Farmasi (FF) UI Prof Dr Abdul Mun’im MSi Apt yang memaparkan pemanfaatan teknologi hijau dalam pengembangan bahan baku dan obat herbal. Ia menjelaskan, ekstraksi hijau itu adalah proses pembuatan jamu berbasis air atau bahan-bahan alami seperti minyak, dan tanaman yang digunakan untuk membuat jamu mudah diperoleh. Dalam pemaparannya, Prof Abdul mengungkapkan panduan menggunakan solvent (pelarut) dalam jamu.

Hasil penelitiannya membuktikan ada beberapa pelarut yang dapat digunakan dalam membuat jamu dengan proses green extraction, yaitu jamu bebas pelarut dengan diperas itu sangat baik, lalu menggunakan air sebagai rebusan membuat jamu, karbon dioksida, minyak formulasi dari sayuran, alkohol, gliserol, dan metanol.

“DES/NaDES sebagai green solvent memiliki keunggulan di antaranya tidak mudah menguap, stabil pada suhu tinggi, komponen penyusunnya melimpah di alam, dan preparasinya mudah dengan kemurnian tinggi,” kata Prof Abdul.

Ia berpendapat, proses ekstraksi yang dilakukan di industri dan individu diharapkan mempunyai orientasi pada keselarasan lingkungan hidup. “Dengan menggunakan teknologi modern, kita dapat membedah lebih dalam khasiat komponen jamu, yaitu jahe, temulawak, lengkuas, kunyit, kencur, asam jawa, kayu manis, dan lain sebagainya untuk menjaga kebugaran tubuh.”

Pembicara terakhir adalah Kusuma Ida Anjani, Direktur Pengembangan Bisnis dan Inovasi PT Mustika Ratu Tbk, yang memaparkan produk dan filosofi Mustika Ratu. Salah satu inovasi Mustika Ratu hasil kerja sama dengan peneliti UI adalah Herbamuno+, yaitu jamu untuk daya tahan tubuh yang di dalamnya terkandung ramuan herbal, termasuk 14 obat herbal pendampingan BPOM sebagai rujukan untuk pengobatan Covid-19.

“Saat ini tengah dilakukan persiapan uji klinis pada Herbamuno+, yang harapannya agar dapat dipergunakan pada pelayanan kesehatan di nasional maupun global. Herbamuno+ mengandung sambiloto, akar manis, meniran, jahe emprit, dan daun jambu mete di mana kelima bahan ini adalah bahan alami yang berasal dari ndonesia,” ujar Ajeng.

Mustika Ratu memiliki produk jamu yang sudah ada selama 30 tahun dengan kemasan siap dikonsumsi, seperti kunyit asam, gula asam, dan beras kencur. Produk inovasi lainnya adalah Mustika Ratu Jejamu yaitu jamu fushion dengan rasa unik yang tidak pahit dengan berbagai pilihan rasa, antara lain ginger turmeric latte yang memiliki manfaat sebagai energy booster dan membantu menjaga daya tahan tubuh.

“Jejamu ini dapat dikonsumsi anak-anak. Mustika Ratu terus berupaya memperkenalkan produk-produk ini agar jamu dapat dikenal generasi muda dan trust lasting,” ujar Ajeng.

Agung Waluyo SKp MSc PhD, Direktur DPPM UI, mengucapkan terima kasih kepada semua pengisi acara. Ia berharap webinar seperti ini bisa meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang jamu untuk kesehatan publik pada masa pandemi.

Harapan yang lain adalah kerja sama ini dapat berlanjut dengan pemberian pelatihan kepada masyarakat untuk memperkenalkan jamu yang dapat dijadikan alternatif pengobatan tradisional untuk menjaga kesehatan masyarakat di masa pandemi dan pasca pandemi.

“Harapannya, inovasi yang dilakukan UI dan Mustika Ratu dapat mempercepat proses pemulihan bangsa dengan peningkatan daya tahan tubuh masyarakat Indonesia,” pungkas Agung.